REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komandan Tim Mawar Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD Mayjen TNI Purnawirawan Chairawan Nusyirwan mengaku keberatan dengan penyebutan Tim Mawar oleh Majalah Tempo. Padahal pelaku yang diduga terlibat kericuhan 22 Mei hanya perorangan.
"Tim Mawar kan sudah bubar. Itu kan menyudutkan berarti. Tahun 1999 sudah bubar. Kalau pun ada, itu kan personel, anggota. Tidak mungkin satu orang dibilang tim, atau dua orang disebut tim. Tim itu banyak," ujar Chairawan di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Rabu, sebelum melaporkan Majalah Tempo.
Menurut dia, apabila hanya satu atau dua orang, semestinya tidak disebut sebagai Tim Mawar. Ini karena akan menimbulkan dugaan yang berbeda.
Terkait laporan hari ini yang sedianya direncanakan dilakukan pada Selasa (11/6), menurut Chairawan ini lantaran ia menunggu terlebih dahulu pengungkapan dalang rencana pembunuhan oleh polisi.
Untuk bukti-bukti yang dibawa, ia masih enggan untuk menyebutkan dan baru akan mengungkap setelah laporan selesai dibuat dan diterima Bareskrim Polri. "Itu kan teknis, jelas sudah saya cerita, tidak ada umpet-umpetan," ujar dia.
Sebelumnya ia telah mengklaim tidak terlibat dalam kericuhan yang terjadi saat Aksi 22 Mei."Tidak terlibat. Gini ya, orang yang terlibat harus diperiksa dulu baru ditulis, ini belum diperiksa. Seandainya terlibat pun harus diperiksa dulu, ini kan langsung tulis, gimana," ujar dia di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Selasa (11/6).
Menurut Chairawan, saat terjadi kericuhan Aksi 22 Mei, ia sedang berada di rumah berbuka bersama keluarga dan menyaksikan peristiwa tersebut melalui layar kaca.
Meski begitu, ia mengakui mengenal Letkol purnawirawan Fauka Noor Farid yang disebut-sebut memiliki peran dalam kericuhan Aksi 22 Mei, lantaran dulu merupakan anak buahnya dalam Tim Mawar.
Ketika ditanya komunikasi yang dilakukan dengan Fauka, ia tidak menjawab dengan jelas dan mengatakan melakukan komunikasi dengan siapa saja.