REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen, Muhammad Yuntri mengatakan, bahwa permohonan perlindungan hukum dari pihaknya pada Wiranto dan Ryamizard bukan kepada pribadinya. Melainkan kepada institusi negara.
"Kita minta perlindungan ke institusi negara yang berkompeten. Kita minta kepada Menko Polhukam (dan Menhan) artinya ke jabatan beliau. Beliau kan punya kita bersama bukan cuma seorang," kata Yuntri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (14/6).
Diketahui, tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum ke Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pada Rabu, 12 Juni 2019. Menurut Yuntri, surat permohonan itu sudah diterima oleh Menko Polhukam Wiranto, namun, Wiranto, kata dia, tak berkenan menjawab surat itu.
"Surat sudah disampaikan, cuma permasalahannya yang saya dengar dari wartawan, Pak Menko Polhukam tidak berkenan," ucap dia.
Adapun, alasan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu meminta perlindungan, kata Yuntri, adalah karena kasusnya diduga telah dipolitisasi. Buktinya, kata dia, konferensi pers terkait kepemilikan senjata api tersebut dilakukan Polri di kantor Kemenko Polhukam.
"Pertanyaan kami, kenapa konferensi persnya di kantor Menko Polhukam. Kan kalau di sana ya ada politik-politiknya. Orang akan berkonotasi antara Pak Kivlan dan Pak Wiranto, sampai sumpah pocong segala kan," ujar Yuntri.
Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal pada Rabu, 29 Mei 2019. Atas hal itu, ia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Militer Guntur, Jakarta Selatan untuk jangka waktu 20 hari.