REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Negara-negara menyuarakan kritik dan protes terhadap rencana ekonomi Amerika Serikat (AS) dalam rangka mendamaikan Israel dengan Palestina. Mereka menilai, upaya AS tak akan membuahkan hasil selama tak memenuhi tuntutan politik Palestina.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengatakan, rencana ekonomi yang hendak diperkenalkan AS dalam acara konferensi ekonomi bertajuk “Peace for Prosperity” di Bahrain pada Rabu mendatang memalukan dan ditakdirkan untuk gagal. “Konferensi dan penjualan Palestina ini tidak akan mengarah ke mana pun,” ujarnya pada Ahad (23/6).
Ketua parlemen Lebanon Nabih Berri menegaskan negaranya tidak akan menghadiri konferensi ekonomi di Bahrain. Hal itu merupakan bentuk solidaritas negaranya terhadap Palestina.
“Mereka yang berpikir bahwa melambaikan miliaran dolar dapat memikat Lebanon, yang berada di bawah tekanan krisis ekonomi yang mencekik, untuk menyerah atau menukar prinsip-prinsipnya, keliru,” kata Berri.
Partai-partai politik Mesir yang berhaluan kiri dan liberal mengecam konferensi ekonomi yang akan digelar AS di Bahrain. Menurut mereka, kegiatan itu bertujuan melegitimasi pendudukan tanah Arab. Mereka mengatakan, setiap partisipasi negara Arab akan melampaui batas normalisasi dengan Israel.
Pada Ahad lalu, ribuan warga Maroko juga menggelar aksi solidaritas untuk Palestina di Ibu Kota Rabat. “Kami datang ke sini untuk berbicara dalam satu suara sebagai orang Maroko dan menyatakan penolakan kami terhadap semua konspirasi yang menargetkan tujuan Palestina,” kata Slimane Amrani, wakil sekretaris jenderal partai PJD yang memerintah di sana.
Sementara, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan, apa pun upaya yang memperbaiki kondisi Palestina harus disambut. Namun, dia menekankan penanganan proses politik dalam rangka menyelesaikan konflik anatar Israel dan Palestina sangat penting.
“Rakyat Palestina adalah orang-orang yang memiliki keputusan akhir dalam hal ini, karena ini adalah masalah mereka. Jadi apa pun yang diterima rakyat Palestina, saya yakin, semua akan menerimanya,” ujar al-Jubeir.
Menteri Keuangan Palestina Shukri Bishara menegaskan kembali bahwa negaranya tak akan menghadiri konferensi ekonomi di Bahrain. “Kami tidak membutuhkan pertemuan di Bahrain untuk membangun negara kami. Kami membutuhkan perdamaiuan dan urutan (rencana) kebangkitan ekonomi yang diikuti perdamaian adalah tidak realistis dan ilusi,” ucapnya.
Nada berbeda diutarakan Menteri Kerja Sama Regional Israel Tzachi Hanegbi. Dia menyebut penolakan Palestina terhadap rencana perdamaian AS adalah sebuah keputusan tragis. Menurut dia, Washington telah berupaya menciptakan sedikit lebih banyak kepercayaan dan kepositifan dengan menghadirkan visi ekonomi.
“Mereka masih yakin bahwa seluruh masalah perdamaian ekonomi adalah konspirasi, yang bertujuan hanya memberi mereka dana untuk proyek dan barang lain hanya agar mereka melupakan aspirasi nasionalis mereka. Ini tentu saja hanya paranoia, tapi ini adalah tragedi lain bagi Palestina,” ujar Hanegbi.
Inti dari rencana ekonomi AS adalah menyediakan dana investasi sebesar 50 miliar dolar AS. Lebih dari separuh dana tersebut akan disalurkan ke Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sementara sisanya diberikan kepada negara tetangga, seperti Yordania, Lebanon, dan Mesir.
Dalam rencana ekonominya, AS berencana membangun koridor transportasi yang menghubungkan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Koridor itu nantinya bisa berupa jalan raya atau jalur kereta api.
Penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner mengklaim, proyek transportasi itu dapat memangkas persentase kemiskinan di Palestina hingga separuhnya. Di sisi lain, proyek itu akan menggandakan produk domestik bruto Palestina.
Palestina mengecam rencana tersebut karena tak sedikit pun menyentuh tuntutan politiknya. Dalam konteks ini yaitu pembentukan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.