Rabu 26 Jun 2019 00:02 WIB

Denny Sebut MK Bisa Batalkan Pemilu, Ini Alasannya

Denny klaim ada 27 juta data pemilih bermasalah pada pemilu 2019.

Rep: Febrianto Adi Saputro/Ali/ Red: Teguh Firmansyah
Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Denny Indrayana saat mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuasa Hukum Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Denny Indrayana saat mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim hukum Prabowo-Sandiaga Denny Indrayana menyebut timnya mendapatkan data bahwa ada 27 juta pemilih bermasalah pada pemilu 2019 lalu. Denny menilai persoalan DPT yang bermasalah tersebut bisa jadi pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pemilu.

"Itu registration vote tidak logis gitu itu dasar membatalkan pemilu. Secara teori kepemiluan, kalau registration voters itu tidak bagus ada bermasalah maka itu dasar mengulang pemilu. Jadi kita minta, ini enggak benar," kata Denny dalam keterangannya Selasa (25/6).

Baca Juga

Denny menjelaskan adanya 27 juta DPT yang bermasalah disampaikan oleh salah satu ahli yang dihadirkan kubu Prabowo-Sandiaga, Jaswar Koto, dalam sidang MK beberapa waktu lalu. Data tersebut kemudian dikumpulkan dan dicek ulang, lalu dikirimkan ke MK sebanyak dua truk.

"Di situ bisa kelihatan ada NIK ganda, ada rekayasa di kecamatan, ada NIK dibawah umur itu jumlahnya 27 juta. Dan kita bisa simulasi kan anda bisa comot di wilayah mana sepanjang 27 juta itu, ada umurnya baru 1 tahun masa ada di DPT mau milih. Ada juga yang baru lahir tahun 2027. Yang begini-begini jumlahnya 27 juta," tegasnya.

Apalagi, jelasnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa membantah hal tersebut di dalam persidangan MK lantaran jumlah dari DPT berubah-ubah. Bahkan menurutnya ada perubahan DPT terbaru pada 21 Mei lalu. Namun ia menyebut hal itu telat, sebab pemilu telah selesai dilaksanakan.

"KPU gak bisa bantah itu. Karena memang DPT-nya berubah-ubah. Dan paling tidak bisa dibantah adalah 21 Mei ada lagi perubahan DPT. Kita bayangkan, kita 17 April Pilpres ada DPT, and sebulan lebih kemudian KPU kembali menetapkan DPT. Pencoblosannya udah lewat bung," jelasnya.

Ia berharap temuan-temuan ini bisa jadi salah satu pertimbangan dari MK. Sehingga tak hanya mengikuti dalil 01 yang merujuk pada UU pemilu nomor 7 tahun 2017 yang menyebut sengketa di MK adalah sengketa selisih suara. "Itu ada di MK (bukti). Sekarang MKnya gimana. Menjaga sebagai Mahkamah konstitusi atau menjadi Mahkamah Kalkulator," ucap Denny.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement