Rabu 26 Jun 2019 01:21 WIB

Mengenal Joshua Wong, Tokoh Pro-Demokrasi Hong Kong

Joshua Wong yang baru berusia 23 tahun telah menjadi aktivis terkenal di Hong Kong.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Aktivis muda pro-demokrasi Hong Kong Joshua Wong.
Foto: REUTERS/Tyrone Siu
Aktivis muda pro-demokrasi Hong Kong Joshua Wong.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aktivis pro-demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, awal bulan ini muncul kembali di unjuk rasa anti ekstradisi 2019 di Hong Kong setelah dibebaskan lebih awal dari penjara.

Wong pertama kali menjadi terkenal sebagai wajah gerakan protes yang melanda Hong Kong pada 2014. 

Baca Juga

Siapa sebenarnya aktivis politik berusia 23 tahun ini?

Penderita Disleksia

Dilansir di BBC, Rabu (26/6) disebutkan, Wong dilahirkan sebagai anak yang menderita disleksia dengan kesulitan membaca dan menulis. Dia mengatasi hambatan-hambatan itu, dengan bantuan ibunya, hingga ia berhasil mendaftar dalam gelar Ilmu Politik dan Administrasi Publik di sebuah universitas terbuka. 

Namun, aktivitasnya dimulai ketika dia baru berusia 14 tahun. Wong berdemonstrasi menentang rencana untuk membangun jalur kereta api berkecepatan tinggi antara Hong Kong dan daratan.

Dua tahun kemudian, ia mendirikan kelompok aktivis mahasiswa yang pro-demokrasi, Scholarism, berhasil menantang pemerintah dan dengan tegas berada di pusat perhatian. Pada 2012, ia menggalang lebih dari 100 ribu orang untuk memprotes rencana Hong Kong untuk menerapkan "pendidikan patriotik" wajib di sekolah-sekolah.

Menghadapi kerumunan orang banyak, beberapa di antaranya mogok makan, Ketua Eksekutif CY Leung terpaksa meninggalkan ide pendidikan patriotik itu. Itu merupakan perselisihan pertamanya dengan Wong.

Pada 2014 dia begitu terkenal, Joshua Wong mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan hasil ujian masuk universitasnya. Wong mengatakan kepada wartawan bahwa seluruh acara membuatnya "tidak nyaman".

Gerakan Payung

Meskipun ia baru berusia delapan bulan ketika kedaulatan Hong Kong diserahkan ke Cina oleh Inggris, Joshua Wong tetap bersemangat untuk mengatasi pembatasan yang diberlakukan Beijing pada tanah airnya. Pada akhir September 2014, Wong memimpin para pemrotes dalam menduduki halaman depan di luar kantor pusat pemerintah.

Keesokan harinya, lebih dari 60 orang ditangkap, di antaranya Wong, yang ditahan selama 40 jam. Penangkapannya menyemangati demonstran yang lesu dan puluhan ribu orang berbondong-bondong ke daerah itu untuk bergabung dengan perjuangan.

Protes yang biasa disebut sebagai Gerakan Payung benar-benar mendorongnya ke pusat perhatian dan memperkuat perannya sebagai aktivis pro-demokrasi.

Akan tetapi saat itu Wong mempertanyakan status barunya sebagai pemimpin protes. Dalam sebuah esai yang diposting di halaman Facebook-nya (dalam bahasa Cina) ia menulis: "Banyak warga mengatakan kepada saya bahwa 'Hong Kong bergantung pada Anda.'"

"Saya merasa tidak nyaman dan bahkan kesal ketika saya mendengar pujian ini. Ketika Anda menderita semprotan merica dan gas air mata tetapi memutuskan untuk tetap mengikuti protes meskipun ditindas oleh pemerintah, saya tidak dapat melakukan apa pun selain menatap kotak makanan dan dinding kosong ruang tahanan dan merasa tidak berdaya."

Wong akhirnya dipenjara karena perannya dalam Gerakan Payung. Setelah menjalani tahanan singkat di penjara setelah serangkaian banding, ia dibebaskan pada Juni tahun ini, pada waktunya untuk bergabung dengan protes 2019 di Hong Kong terhadap RUU ekstradisi kontroversial yang akan memungkinkan tersangka diekstradisi ke daratan Cina.

Dia bergabung dengan ribuan orang yang turun ke jalan dalam protes. Dia siap untuk bergabung dengan perjuangan melawan RUU ekstradisi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement