REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum kubu Prabowo-Sandiaga, Nicholay Aprilindo menegaskan bahwa gugatan kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga terkait sengketa pelanggaran administratif pemilihan umum terhadap Pelanggaran Administrasi Pemilu TSM pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 atas Putusan Bawasu RI No. 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 tanggal 15 Mei 2019 bukan ditolak melainkan diterima atau NO (Niet Ontvankelijk verklaard) oleh Mahkamah Agung (MA). Menurutnya diksi ditolak dengan tidak diterima adalah dua hal yang berbeda.
"Gugatan bukan ditolak, tapi gugatan NO artinya gugatan tidak dapat diterima karena ada kekurangan syarat formil," kata Nicholay saat dihubungi wartawan, Kamis (27/6).
Ia menjelaskan sejumlah syarat formil yang belum dilengkapi di antaranya seperti surat keputusan (SK) penetapan Prabowo-Sandiaga sebagai capres cawapres oleh KPU, SK penetapan nomor urut 02, dan beberapa syarat formil lainnya. Ia menuturkan, jika syarat formil tersebut dilengkapi maka permohonan bisa diajukan kenbali.
"Syarat-syarat formil itu akan kami lengkapi dan akan kami masukan lagi," ujar anggota direktorat advokasi dan hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tersebut.
Sebelumnya BPN menyampaikan gugatan atas Putusan Bawaslu nomor 01/LP/PP/ADM/TSM/RI/00.00/V/2019 terkait laporan mengenai adanya dugaan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sitematis, dan masif (TSM) pada pilpres 2019. BPN menilai Bawaslu tidak pernah memeriksa pokok-pokok perkara atas laporan tersebut, tetapi langsung mengeluarkan putusan atas laporan BPN tersebut.
"Putusan Bawaslu itu antara lain dikatakan ya dia menolak laporan tersebut," ungkapnya.
Atas putusan ini, MA juga menjatuhkan hukuman terhadap pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1.000.000. Pemohon dalam perkara ini adalah Djoko Santoso dengan lawannya adalah Bawaslu.