Kamis 27 Jun 2019 16:33 WIB

Pemprov DKI: Udara Jakarta Terburuk tak Sepenuhnya Tepat

DKI sedang memperbaiki kualitas udara melalui rancangan Jakarta Cleaner Air 2030.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
DKI Jakarta
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
DKI Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan data AirVisual yang menyatakan tingkat polusi udara Jakarta terburuk di dunia pada Selasa (25/6) pagi tidak sepenuhnya tepat. Pemprov DKI menyatakan memiliki data pembanding.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih mengatakan, data pembanding berdasarkan pemantauan dari Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) milik pemerintah yang tersebar di Ibu Kota. Di antaranya di SPKU DKI 1 Bundaran Hotel Indonesia (HI), SPKU DKI 2 Kelapa Gading, dan SPKU DKI 3 Jagakarsa. 

Baca Juga

"Pada hari Selasa, 25 Juni 2019, ISPU DKI Jakarta dalam kategori sedang di seluruh Ibu Kota," ujar Andono, Kamis (27/6).

Ia memaparkan, data hasil pengukuran parameter PM 2.5 pada hari Selasa (25/6) sekitar pukul 08.00 WIB, di SPKU DKI 1 konsentrasinya sebesar 94,22 mikrogram per meter kubik (ug/m3), DKI 2 103,81 ug/m3, dan DKI 3 112,86 ug/m3. Untuk itu, ia mengatakan, data AirVisual tak dapat menggambarkan kualitas udara buruk sepanjang waktu di seluruh wilayah Jakarta.

"Di lokasi pemantauan SPKU milik DKI hasil pengukurannya tidak setinggi data AirVisual, sehingga tidak dapat dikatakan seluruh wilayah Jakarta kualitas udaranya buruk sepanjang waktu," kata Andono.

Andono mengatakan, jika menurut data pengukuran periode Januari-Juni 2019, sebagian besar kualitas udara Ibu Kota memenuhi baku mutu. Hari-hari dengan kualitas udara yang sesuai baku mutu mencapai 87 persen sedangkan yang melampaui baku mutu sebanyak 13 persen.

Ia mengakui, sumber pencemar udara parameter PM 2.5 di DKI Jakarta didominasi sektor transportasi darat, industri, dan debu akibat kegiatan proyek pembangunan fisik. Andono menyebut wajar menurunkan kualitas udara Jakarta sebagai kota Metropolitan.

"Debu akibat berbagai proyek pembangunan tersebut turut menurunkan kualitas udara di Jakarta, hal ini cukup wajar sebagai kota metropolitan yang sedang giat membangun," lanjut dia.

Ia menambahkan, Pemprov DKI sedang memperbaiki kualitas udara dengan melalui rancangan Jakarta Cleaner Air 2030. Rancangan tentang pengendalian pencemaran udara dengan 14 rencana aksi. 

Rencana Aksi tersebut antara lain monitoring kualitas udara, pengembangan transportasi umum ramah lingkungan, penerapan uji emisi kendaraan bermotor, pengendalian kualitas udara kegiatan industri, dan penyediaan bahan bakar ramah lingkungan.

Sebelumnya, AirVisual melaporkan pada Selasa (25/6) sekitar pukul 08.00 WIB nilai Air Quality Index (AQI) Jakarta adalah 240 dengan konsentrasi PM 2.5 sebesar 189.9 ug/m3. Nilai ini menempatkan kualitas udara Jakarta pada kategori sangat tidak sehat (very unhealthy) yang berlaku pada jam dan lokasi pengukuran tersebut.

Parameter ini mengacu pada level AQI Amerika Serika, di mana perhitungan nilai AQI tersebut menggunakan baku mutu parameter PM 2.5 US EPA sebesar 40 ug/m3. Selain data tersebut hanya berdasarkan pengukuran di titik tertentu dan pada waktu tertentu, parameter yang dominan digunakan adalah PM 2.5.

Sementara, kata Andono, standar yang digunakan di Indonesia dalam Keputusan Menteri LH Nomor KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) hanya mengatur standar partikel debu PM 10. Regulasi yang berlaku di Indonesia tersebut menggunakan lima jenis parameter pengukuran indeks kualitas udara, yaitu PM 10, SO2, CO, O3, dan NO2 yang dipantau selama 24 jam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement