REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjawab kritik Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) soal penetapan situs tambang Ombilin, Sawahlunto, sebagai situs warisan dunia. Kemendikbud merasa tudingan WALHI tidak tepat.
Dirjen kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid mengakui akan adanya tambang ilegal di lokasi tersebut. Namun ia menyatakan tak ada lagi tambang resmi yang beroperasi.
Ia merasa penetapan Ombilin sebagai warisan dunia malah akan membuat pengawasan tambang menjadi lebih ketat. Sebab ke depannya pengawasan situs tambang Ombilin menjadi kepentingan nasional.
"Tambang (resmi) enggak jalan, ada beberapa ilegal, dengan penetapan ini mestinya perlindungan jadi lebih efektif. Sekarang jadi lebih solid karena dianggap urusan nasional," katanya pada wartawan dalam taklimat media di Museum Nasional, Ahad (7/7)
Hilmar menyadari WALHI mengkritik situs Ombilin karena dianggap simbol perbudakan. Menurutnya, bangsa Indonesia seharusnya tidak perlu resah dengan sejarahnya sendiri. Ia merasa sejarah perbudakan yang terjadi dijadikan sejarah agar tak terulang lagi.
"Justru jangan ditutupi, kami enggak buat dongeng keindahan, kami buat apa adanya biar masyarakat bisa belajar. Pengerahan tenaga kerja jadi bagian pelajaran sejarah kita," ujarnya.
Sebelumnya, WALHI mengkritik penetapan situs tambang batubara Ombilin karena dianggap pemicu perubahan iklim, simbol perbudakan dan masih adanya tambang ilegal. WALHI merasa masih ada situs lain yang bisa diajukan sebagai warisan dunia. Walau mendapat kritik, Kota Sawahlunto akhirnya resmi masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO dalam gelaran Sesi ke-43 Pertemuan Komite Warisan Dunia di Kota Baku Azerbaijan.