REPUBLIKA.CO.ID, ARIZONA -- Starbucks Corp meminta maaf setelah seorang karyawan di salah satu tokonya di Tempe, Arizona, AS meminta enam petugas kepolisian pergi atau keluar dari jalur pandang pelanggan, Ahad (7/7). Tindakan tersebut memicu reaksi di media sosial.
Sejumlah polisi mengunjungi toko tersebut pada 4 Juli dan telah membayar minuman. Kemudian, seorang karyawan mendekati mereka tentang pelanggan yang merasa tidak aman karena kehadiran polisi.
Don't appreciate @Starbucks asking our #Tempe cops to leave your establishment on the #4thofjuly2019. Several of those cops are #veterans who fought for this country! #ZeroRespect pic.twitter.com/oGaDKhlYX3
— Tempe Officers Association (@ToaAz) July 5, 2019
"Perlakuan terhadap pekerja keselamatan publik ini tidak bisa lebih mengecewakan. Sementara si barista sopan, membuat permintaan semacam itu tetap menyinggung," ujar Asosiasi Petugas Tempe di Twitter.
Setelah kejadian itu, para pengguna Twitter melakukan dukungan untuk polisi, dengan mentwit komentar bersama dengan tagar #boycottstarbucks. Dalam sebuah permintaan maaf di sini yang ditujukan kepada Departemen Kepolisian Tempe dan diunggah di situsnya, Starbucks mengatakan perlakuan terhadap para petugas itu sama sekali tidak dapat diterima.
"Atas nama Starbucks, saya ingin dengan tulus meminta maaf kepada Anda semua atas pengalaman yang dimiliki enam petugas Anda di toko kami pada 4 Juli. Apa yang terjadi di toko kami pada 4 Juli bukanlah pengalaman yang harus dimiliki oleh petugas atau pelanggan Anda, dan di Starbucks, kami sudah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ini tidak terjadi lagi di masa depan," tulis Wakil Presiden Eksekutif Starbucks Rossann Williams.
Tahun lalu, perusahaan terperosok dalam insiden profil rasial yang melibatkan penangkapan dua pria kulit hitam di sebuah toko di Philadelphia. Starbucks kemudian berdamai dengan orang-orang itu secara pribadi, dan untuk sementara waktu menutup 8.000 toko AS untuk pelatihan anti-bias.