Selasa 09 Jul 2019 08:53 WIB

Harapan Baiq Nuril Mencari Keadilan

Baiq Nuril pada Senin melakukan audiensi dengan Menkumham Yasonna Laoly.

Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril bersama Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka dan kuasa hukumnya saat tiba digedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (8/7).
Foto: Republika/Prayogi
Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril bersama Anggota DPR Rieke Diah Pitaloka dan kuasa hukumnya saat tiba digedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Riza Wahyu Pratama, Ronggo Astungkoro

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE yang juga korban pelecehan seksual, Baiq Nuril pada Senin (8/7) melakukan audiensi dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly. Audiensi dilakukan guna meminta pertimbangan Menkumham dalam mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah upaya peninjauan kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga

"Harapannya sampai saat ini saya masih bisa berdiri. Saya masih mencari keadilan, saya tidak akan menyerah," ujar Baiq Nuril di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin.

Dalam pernyataan kepada awak media. Baiq Nuril tidak banyak mengeluarkan tanggapan. "Saya mengucapkan terima kasih, terima kasih, terima kasih yang ... ," kata Baiq Nuril yang kemudian terhenti karena menangis.

Di sisi lain, ia hanya berharap bahwa Presiden akan mengabulkan amnesti yang diajukan. "Sebagai seorang anak ke mana lagi meminta perlindungan selain kepada bapaknya," tutur Baiq Nuril.

Menkumham Yasonna Laoly menyatakan, pihaknya akan mengumpulkan pakar hukum untuk menyiapkan argumentasi amnesti Baiq Nuril. Setelah itu, ia akan melaporkan hasilnya kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).

"Presiden akan meminta pertimbangan DPR, biasanya Komisi III," ucap Yasonna.

Dalam rangka menyiapkan argumentasi hukum tersebut, Yasonna akan mengumpulkan beberapa pakar hukum, Senin (8/7). "Tapi supaya saya merasa didukung dengan argumentasi hukum yang baik. Nanti malam akan ada FGD (focused group discussion) pakar-pakar hukum," kata Yasonna.

Berdasarkan diskusi tersebut disimpulkan bahwa amnesti merupakan bantuan hukum yang paling memungkinkan. Pengacara Baiq Nuril, Joko Jumadi ikut serta dalam FGD tersebut. Termasuk dari pihak Kemenkumham yang diwakili Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum; Direktorat Jenderal Perundang-undangan; Direktur Pidana; Direktur Harmonisasi Perundang-undangan; serta pakar IT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Adapun, nama-nama pakar hukum yang akan mengikuti FGD terkait kasus Baiq Nuril yalni Prof Dr Muladi, Prof Dr Gayus Lumbuun, Nopsianus Max Damping, Gandjar Laksamana Bonaprapta, Oce Madril, Bayu Dwi Anggono, Ferry Amsari, Anugrah Riski Akbari, Bivitri Susanti, dan Adi Saputra.

Penjelasan MA

Mahkamah Agung (MA) menilai perkara dalam permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Baiq Nuril berbeda dengan perkara dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. MA hanya mengadili perkara yang menjadikan Baiq Nuril sebagai terdakwa kasus Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Menurut peraturan perundang-undangan, bahwa kewenangan MA atau hakim mengadili perkara berdasarkan pasal dan UU yang didakwakan saja. Sedangkan hal-hal yang tidak didakwakan dalam surat dakwaan tidak boleh diadili oleh hakim," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA Abdullah di Jakarta, Senin (8/7).

Abdullah menerangkan, perkara dalam PK yang diajukan oleh Baiq Nuril, sebagai terdakwa, berupa dakwaan tunggal. Dakwaan itu terkait pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU No. 11/2008 tentang ITE atau biasa disebut UU ITE.

"Terhadap tindak pidana yang lain atau terkait adanya dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pihak lain terhadap saudara Baiq Nuril adalah perkara tersendiri," kata dia.

Menurutnya, kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh Baiq Nuril harus diproses tersendiri. Proses hukum tersendiri yang dimulai dari penyidikan oleh kepolisian, kemudian penuntutan oleh kejaksaan, dan terakhir dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan.

"Saudara Baiq Nuril telah melaporkan hal tersebut (kasus dugaan pelecehan seksual) ke Polda NTIB sebagai korban. Selanjutnya perkara tersebut menjadi kewenangan penyidik dalam hal ini kepolisian apakah perkara tersebut dilanjutkan atau tidak," jelasnya.

Sebelumnya, MA menolak pengajuan PK yang diajukan oleh Baiq Nuril, terpidana dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila. Alasan yang diajukan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK dinilai bukan sebagai alasan yang tepat, melainkan hanya mengulang fakta yang sudah dipertimbangkan pada putusan sebelumnya.

"PK Baik Nuril ditolak, artinya putusan pengadilan tingkat pertama sampai tingkat kasasi sudah benar. Perbuatan pidananya terbukti secara sah dan meyakinkan," ujar Ketua Bidang Hukum dan Humas MA, Abdullah, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Jumat (5/7).

Abdullah menerangkan, alasan yang digunakan oleh pihak Baiq Nuril dalam mengajukan PK bukanlah alasan yang tepat. Alasan yang diajukan oleh Baiq Nuril, kata Abdullah, hanya mengulang-ulang fakta yang telah dipertimbangkan dalam putusan sebelumnya.

Ditolaknya PK ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan. Dalam kasus ini, Baiq Nuril mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement