REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meski pemerintah belum menetapkan besaran pengenaan cukai plastik, pelaku industri sudah mulai mengerem menggelontorkan investasi di sektor industri. Kendati demikian, pemerintah masih berupaya mendorong investor untuk merealisasikan investasinya.
Seperti diketahui sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan penerapan tarif cukai plastik sebesar Rp 30 ribu per kilogram (kg) pada rapat dengan anggota Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu. Di sisi lain, pemerintah juga menyiapkan insentif kepada pelaku industri yang memproduksi plastik ramah lingkungan.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, pemerintah masih membahas keputusan finalisasi cukai plastik. Kendati demikian dia menjelaskan, Kemenperin belum mengetahui lebih jauh dampak pengenaan cukai plastik terhadap sektor industri dan akan terus mendorong industri untuk merealisasikan investasinya.
“Kita dorong mereka realisasikan investasi, karena peluang pasarnya besar sekali. Di kita saja kebutuhannya (plastik) sekitar 7 ton sedangkan kita baru bisa suplai sekitar 1-1,5 juta ton,” kata Sigit kepada wartawan, di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa (9/7).
Mengacu fakta tersebut, menurut dia, para investor dimungkinkan masih tertarik berinvestasi di sektor yang ruangnya cukup besar. Kendati demikian dia menegaskan, apabila penerapan cukai plastik terealisasi pada akhirnya, sektor industri bakal mengikuti peraturan yang ada.
Meski, dia memprediksi, penerapan cukai plastik bakal mengerek kemungkinan adanya penurunan kapasitas. Untuk itu pihaknya akan mencoba melakukan diversifikasi maupun opsi lainnya yang dapat dimanfaatkan.
Berdasarkan catatan Kemenperin, jumlah industri plastik secara nasional mencapai 925 perusahaan yang memproduksi berbagai macam produk plastik. Dari jumlah industri tersebut, jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 37.327 dengan total produksi mencapai 7,23 juta ton pada 2018.
Mengacu catatan tersebut, permintaan produk plastik meningkat rata-rata sebesar 5 persen dalam lima tahun terakhir. Sedangkan secara rinci total nilai pendapatan domestik bruto (PDB) pada 2018 dari sektor industri plastik dan karet sebesar Rp 92,662 triliun.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, pemerintah perlu menyingkronkan data antara pendapatan negara dengan dampak lingkungan yang disebabkan plastik. Dia menyebut, potensi untuk kehilangan pajak penghasilan (PPh) serta penurunan pendapatan industri daur ulang dihitung secara rinci.
Dia mengimbau pemerintah untuk mengedepankan pemberian insentif untuk industri pelaku daur ulang. Adapun bentuk insentifnya bisa meliputi penghentian penerapan PPh, kemudahan perizinan, hingga pembinaan apabila terdapat pelaku industri daur ulang yang mencemari lingkungan.
“Pemulung kan jumlahnya ada jutaan. Nah ini yang harus kita berdayakan supaya pengolahan sampah ini bisa berbasis circular economy,” kata dia.
Dia menyebut, kapasitas produksi daur ulang dengan suplai bahan baku semakin berjarak. Hal itu menyebabkan suplai sampah semakin meningkat tanpa diiringi pengelolaan sampah yang terukur. Belum lagi, di sejumlah daerah terdapat peraturan daerah (perda) yang melarang penggunaan kantong plastik sehingga kebutuhan bahan baku semakin berkurang.
Di sisi lain dia menegaskan, meski wacana penerapan cukai plastik mulai dikaji pemerintah, sejauh ini belum ada investor yang menyetop investasinya di sektor industri. Namun dia mengakui, penurunan minat investasi di sektor tersebut dimungkinkan jika dilihat secara basis data, meski dalam realisasinya belum terjadi dampak yang signifikan.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pengendalian kantong plastik dengan mekanisme cukai lebih tepat karena besran tarif cukai dapat dikenakan berdasarkan karakteristik barangnya. Sedangkan prinsip pengenaan cukai akan diklasifikasikan antara plastik yang ramah lingkungan dengan yang tidak ramah lingkungan.
Nirwala membeberkan, prinsip pengenaan tarif atau cukai plastik sebesar Rp 30 ribu per kg atau Rp 200 per lembar. Adapun harga kantong platik setelah dicukaikan diproyeksi berkisar Rp 450-Rp 500 per lembar.
Adapun target penerimaan cukai belum dapat ditetapkan sebab pemerintah belum menetapkan peraturan baku terkait hal itu. “Jadi pengenaan barang itu syaratnya dua, yakni harus disetujui DPR dan dimasukkan ke dalam Undang-Undang,” kata dia.