REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan pembentukan Dewan Penyadapan yang nanti diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan. Dewan ini yang nantinya menentukan mana pihak boleh disadap.
"Harus ada dewan ya, dimana-mana penyadapan itu dikoordinasikan melalui Dewan Penyadapan. Dewan Penyadapan itu yang nantinya memutuskan mana yang boleh disadap, mana yang tidak boleh disadap, dan yang disadap itu mana yang boleh diajukan untuk jadi contoh dan dibawa ke ruang sidang," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7).
Dia menjelaskan kalau penyadapan tidak ditangani oleh sebuah dewan maka langkah penyadapan terhadap seorang yang seharusnya ada batasannya, bisa melebar kemana-mana.
Fahri mencontohkan seorang terkena kasus lalu penyadapan yang dilakukan dari A-Z lalu ditemukan barang bukti baru dan disebut sebagai pengembangan
"Misalnya kasus T lalu yang disadap A-Z maka ditemukan barang bukti baru dan disebut sebagai pengembangan, kan tidak boleh seperti itu. Semua orang kalau disadap dari pagi hingga malam pasti ditemukan (kasusnya) termasuk orang KPK kalau disadap," ujarnya.
Fahri mengatakan kalau dalam RUU Penyadapan akan dibuat mekanisme penyadapan maka harus dibuat lembaga independen seperti yang disebutkannya.
Dia berharap ketika ada lembaga independen tersebut, maka semua lembaga yang melakukan penyadapan maka berkoordinasi dengan lembaga tersebut.