REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, mendesak pemberian amnesti untuk terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril. Yenny memandang, perempuan memang harus bersuara atas perundungan seksual yang dialaminya. Bahkan menurut Yenny, keberanian Baiq dalam mengungkapkan kasus yang dialaminya sudah menuai pujian.
"Sangat (mendukung amnesti) ya, perempuan bersuara, atas persoalan perundungan seksual itu saja harus sudah dipuji keberaniannya. Nah, kita harus berikan dukungan agar semakin banyak korban mau bersuara dan perjuangkan keadilan," kata Yenny usai menghadiri upacara peringatan HUT ke-73 Bhayangkara di kawasan Monas, Rabu (10/7).
Yenny pun menambahkan pesannya agar korban perundungan seksual mau bersuara tidak hanya ditujukan untuk perempuan, namun juga untuk laki-laki. Menurutnya, siapa pun korbannya harus mau berjuang demi keadilan. Melalui kasus Baiq inilah, lanjut Yenny, bentuk perjuangan menunut keadilan atas kasus perundungan seksual.
"Mereka orang-orang yang teraniaya, jadi harus kita bela," katanya.
Hingga kini desakan agar Presiden Jokowi menerbitkan amnesti untuk Baiq Nuril terus mengalir setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril. Ditolaknya PK ini memperkuat vonis di tingkat kasasi yang menghukum Baiq Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan.
Dalam kasus ini, Baiq Nuril mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram. Namun, Nuril kini harus menjalani pidana atas pelanggaran UU ITE setelah dinilai menyebarkan rekaman percakapan antara dirinya dan sang pelaku pelecehan.