REPUBLIKA.CO.ID, Gedung berwarna putih berbentuk kubah setengah lingkaran berdiri megah di dalam Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Gedung tersebut merupakan Planetarium Jakarta. Planetarium ini dikenal sebagai wisata untuk mengenal simulasi perbintangan dan benda-benda langit. Namun, gedung ini terlihat memprihatinkan.
Terdapat tulisan berwarna silver “Planetarium Jakarta”. Tulisan tersebut sudah memudar sehingga dari kejauhan tulisan tersebut tidak lagi terbaca. Cat putih gedung tersebut juga sudah terlihat kusam. Jendela serta pintu masuk yang berwarna hitam juga sudah terlihat tua termakan zaman.
Di dalam planetarium ini terdapat ruangan pertunjukan teater bintang, observatorium, dan ruang pameran. Di ruang pertunjukan teater bintang terdapat banyak bangku yang berwarna merah tidak terawat. Sobekan serta busa bangku dibiarkan begitu saja.
Sementara, observatorium ada tiga, letaknya berada di atas gedung. Namun, yang bisa digunakan untuk pengunjung hanya satu observatorium. Sebab, dua observatorium memiliki masalah, di mana teleskopnya rusak serta akses jalan menuju observatorium tidak aman untuk pengunjung.
Namun, untuk ruang pameran kondisinya memprihatinkan. Ketika ingin masuk ruangan ini, di atas pintu masuk terdapat tulisan berwarna abu-abu “Planetarium Exhibition Hall”. Di dekat tulisan tersebut cat temboknya sudah menghilang sehingga terlihat kayu berwarna cokelat yang sudah kusam.
Lantai ruangan ini juga terlihat retak, langit-langit atap mulai terkikis, dan konsep pameran yang sudah ketinggalan zaman. Hanya ada poster beserta gambar-gambar yang dipajang tanpa ada estetika.
Kepala Satuan Pelaksana Teknik Pertunjukan Planetarium Jakarta Eko Wahyu Wibowo mengatakan, adanya permasalahan antara PT Bunga Lestari dan perusahaan teknologi Carl Zeiss, Jerman, membuat perawatan suku cadang Planetarium terhambat.
“Pada 2013, kami mengadakan modernisasi alat namanya digital velvet. Alat ini untuk simulasi tata surya dalam bentuk digital tiga dimensi. Jadi, tidak usah pakai kacamata. Lalu, saat ingin menghidupkan mesinnya melalui Carl Zeiss. Carl Zeiss tidak mau karena masih punya masalah dengan PT Bunga Lestari,” kata Eko saat ditemui Republika di kantor Planetarium Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (15/7).
Kemudian, Eko melanjutkan, tidak mengetahui permasalahan antara PT Bunga Lestari dan Carl Zeiss yang tidak selesai hingga sekarang. Dampak dari permasalahan tersebut Carl Zeiss tidak mau melayani dan menjual suku cadang perawatan Planetarium Jakarta.
Eko mengaku sudah ada sembilan digital velvet yang terpasang di ruangan teater pertunjukan bintang. Sembilan alat tersebut dari 2015 hanya sebagai pajangan. Sebab, Carl Zeiss tidak mau menghidupkan mesinnya sampai masalah dengan PT Bunga Lestari selesai.
“Tidak tahu kontrak apa yang mereka masalahkan. PT Bunga Lestari ini pihak ketiga yang menang pelelangan pada 2013 dan pemasangan alat pada 2015. Masalah tersebut tidak selesai sampai sekarang. Yang kena imbasnya Planetarium,” ujar dia.
Bahkan, anggaran yang diajukan pada 2015 untuk menghidupkan digital velvet dikembalikan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu sebesar Rp 500 juta. Sebab, pihak Carl Zeiss menolak untuk melayani dan menjual alatnya ke Planetarium.
Sebelumnya, Eko juga sudah berkomunikasi dengan Carl Zeiss Asia Tenggara yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia, tetapi belum menemukan solusi untuk permasalahan tersebut. Dengan demikian, jika masalah ini belum selesai, suku cadang Planetarium terancam tidak bisa digunakan lagi.
Eko bercerita, alat yang ada di Planetarium sudah dibeli sejak 1996. Sudah memasuki waktu 23 tahun dan melewati masa kehidupan yang butuh perawatan serta pergantian alat yang sudah tidak berfungsi. Dengan Carl Zeiss yang tidak memberikan layanan dan perawatan suku cadang, pertunjukan di Planetarium hanya dua kali.
Hingga kini pengunjung masih antusias dengan Planetarium. Pada 2018, banyak pengunjung yang mengeluh karena pertunjukan hanya dua kali. Namun, Eko sudah berusaha untuk menjelaskan keadaan Planetarium yang tidak memungkinkan melayani pertunjukan lebih dari dua kali.
Alat sudah makin tua dan rentan. Awalnya pertunjukan bisa tujuh kali, sekarang hanya bisa dua kali
Walaupun sudah mengurangi waktu pertunjukan, Eko tetap khawatir alat tersebut bermasalah saat dioperasikan pada pengunjung. “Pernah sekali pada tahun ini, saat pertunjukan kedua alatnya tidak bisa dioperasikan. Akhirnya kami membatalkan dan mengembalikan uang tiket ke pengunjung,” kata dia menambahkan.
Kemudian, ia memberikan jeda tiga jam untuk mesin beristirahat. Maka dari itu, hanya ada dua kali pertunjukan. Pertama, pukul 09.30 WIB dan kedua pukul 13.30 WIB. Dengan demikian, banyak pengunjung yang tidak kebagian tiket dan pertunjukan.
Saat ini yang bisa Eko lakukan hanya memperbaiki bagian alat yang rusak dengan mencari kabel atau alat di pusat elektronik Glodok, Jakarta Barat. Sehingga alat atau kabel hidup untuk mengoperasikan pertunjukan.
Eko berharap segera ada jalan keluar antara PT Bunga Lestari dan Carl Zeiss. Sebab, Planetarium butuh revitalisasi ulang beserta alat-alatnya. Planetarium merupakan satu-satunya wisata mengenal tata surya di Jakarta. Namun, sayang saat ini hanya tinggal menunggu waktu peralatan di Planetarium rusak dimakan usia.
“Banyak pengunjung yang antusias ke sini dari luar kota maupun dalam kota. Fasilitas serta alat terbatas menghambat mereka yang ingin berwisata. Perawatan terakhir dilakukan Carl Zeiss pada 2015. Bayangkan saja sekarang alatnya bagaimana,” katanya.
Berita ini telah diklarifikasi dengan judul, "Penjelasan PT Bunga Lestari Soal Kisruh Planetarium".