REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Stasiun televisi Jepang NHK melaporkan Tokyo mempertimbangkan membawa perselisihan dengan Korea Selatan atas kompensasi kerja paksa selama Perang Dunia II ke Pengadilan Pidana International. Hal itu dilakukan di saat tenggat waktu untuk mencari arbitrase negara ketiga sudah lewat.
Masalah kompensasi bagi korban kerja paksa Korsel selama masa kolonial Jepang dari 1910-1935 di Semenanjung Korea telah menciptakan ketegangan antardua negara sekutu Amerika Serikat (AS) tersebut. Hubungan mereka kian memburuk ketika Jepang membatasi ekspor bahan baku teknologi tinggi ke Korsel pada bulan ini.
Ketegangan dimulai ketika Mahkamah Agung Korsel memutuskan dua perusahaan Jepang harus membayar kompensasi ke korban kerja paksa. Menurut Tokyo, keputusan itu melanggar hukum internasional. Jepang bersikeras masalah kompensasi sudah diselesaikan dalam perjanjian 1965.
Dalam kesepakatan yang tidak disepakati kedua belah pihak, Tokyo mendorong arbitrasi pihak ketiga. Seoul menolak keputusan Tokyo tersebut. Deputi Kepala Kabinet Jepang Yasutoshi Nishimura mengatakan tenggat waktu mendapatkan pihak ketiga tersebut sampai Kamis (18/7) tengah malam.
Dalam konferensi pers rutin, Nishimura mengatakan Tokyo tidak menerima sepatahkata pun dari Seoul tentang keputusan tersebut. Ia menambahkan pemerintah Jepang terus 'mendesak' negara tetangga mereka untuk menerima prosedur arbitrase ini.
Pada Kamis (18/7), NHK mengatakan ketika tenggat waktunya sudah lewat, Jepang masih akan mendorong gagasan arbitrasi ke Seoul. Di saat yang sama mempersiapkan langkah balasan termasuk membawa persoalan ini ke Pengadilan Pidana Internasional.
Namun, kantor berita Kyodo mengatakan kasus itu tidak bisa dibawa ke pengadilan tanpa ada persetujuan dari Korea Selatan. Kementerian Luar Negeri Jepang belum menjawab permintaan komentar tentang hal tersebut.
Saat mengumumkan pembatasan ekspor bahan teknologi tinggi ke Korsel, Jepang menyatakan masalah kompensasi kerja paksa tersebut merusak kepercayaan antardua negara. Tokyo menekankan pembatasan ekspor itu bukan langkah balasan atas kompensasi kerja paksa.
Sementara itu, dalam laporan terpisah Kyodo mengutip sumber dari pemerintah Jepang yang mengatakan Tokyo akan menolak ajakan Seoul menggelar pertemuan level-menengah untuk membahas kontrol ekspor bahan baku teknologi tinggi. Pekan lalu keduanya sudah sempat bertemu dan membahas hal tersebut di Tokyo.
Pertemuan itu membuat ketegangan semakin buruk lagi. Kedua belah pihak mempublikasikan dinginnya pertemuan tersebut.
Sebagai sekutu kedua negara Korsel sudah meminta AS untuk meredakan ketegangan. Seoul memperingatkan pembatasan yang dilakukan Tokyo dapat mengancam pasokan chip dan telepon pintar di seluruh dunia.
Pada Rabu (17/7) lalu, pejabat senior pemerintah Korsel mengatakan pembatasan ekspor dapat melukai perusahaan teknologi global, termasuk pabrik Samsung yang beroperasi di Texas, Austin.
Selama kunjungannya ke Seoul pada Rabu kemarin diplomat AS untuk Asia Timur David Stilwel mengatakan AS akan melakukan 'apa yang bisa dilakukan' untuk membantu. Tapi, ia tidak menguraikan langkah-langkah apa yang akan dilakukan dan mengatakan pada dasarnya masalah ini hanya dapat selesai bila Korsel dan Jepang menyelesaikan perbedaan di antara mereka.