REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat, mengalami erupsi pada Jumat (26/7), sekitar pukul 15:48 WIB, dengan tinggi kolom abu teramati ± 200 m di atas puncak (± 2.284 m di atas permukaan laut). Berdasarkan sejarah, gunung api ini tidak pernah menunjukkan erupsi magmatik besar, kecuali erupsi abu tanpa diikuti oleh leleran lava, awan panas ataupun lontaran batu pijar.
Dilansir di laman Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jumat (26/7) dijelaskan, erupsi Tangkubanparahu dicirikan oleh erupsi eksplosif berintensitas kecil dan kadang-kadang diselingi oleh erupsi freatik dengan jarak antar letusan berkisar antara 2 hingga 50 tahun.
Menurut van Bemmelen (1934, dalam Kusumadinata 1979), Gunung Tangkubanparahu tumbuh di dalam Kaldera Sunda sebelah timur. Berdasarkan coraknya, erupsi gunung tersebut dapat dibagi tiga fasa.
Pertama, Fasa eksplosif yang menghasilkan piroklastik dan mengakibatkan terjadinya lahar. Kedua, fasa efusif yang menghasilkan banyak aliran lava berkomposisi andesit basaltis. Ketiga, fasa pembentukan atau pertumbuhan Tangkuban Parahu sekarang umumnya eksplosif kecil-kecil dan kadang diselingi erupsi freatik.
Erupsi Gunung Tangkubanparahu dapat digolongkan sebagai erupsi kecil. Leleran lava diperkirakan kemungkinannya terjadi. Berdasarkan pengalaman sejak abad ke 19, gunung api ini tidak pernah menunjukkan erupsi magmatik besar kecuali erupsi abu tanpa diikuti oleh leleran lava, awan panas ataupun lontaran batu pijar.
Erupsi freatik umumnya dominan dan biasanya diikuti oleh peningkatan suhu solfatara dan fumarola di beberapa kawah yang aktif yaitu Kawah Ratu, Kawah Baru, dan Kawah Domas. Material vulkanik yang dilontarkan umumnya abu yang sebarannya terbatas di sekitar daerah puncak hingga beberapa kilometer.
Semburan lumpur hanya terbatas di daerah sekitar kawah. Pada waktu peningkatan kegiatan, asap putih fumarola atau solfatara kadang-kadang diikuti oleh peningkatan gas-gas vulkanik seperti gas racun CO dan CO2.
Bila akumulasi gas-gas racun di sekitar kawah aktif semakin tinggi, daerahnya dapat diklasifikasikan ke dalam daerah bahaya primer terbatas. Bahaya sekunder seperti banjir lahar tidak pernah terjadi sepanjang sejarah. Longsoran lokal terjadi di dalam kawah dan lereng atas yang terjal.
Sejarah erupsinya dapat diuraikan sebagai berikut:
- 1829 Erupsi abu dan batu dari Kawah Ratu dan Domas.
-1846Terjadi erupsi, peningkatan kegiatan
-1896Terbentuk fumarol baru di sebelah utara kawah Badak.
-1900 Erupsi uap dari Kawah Ratu
-1910 Kolom asap membubung setinggi 2 km di atas dinding kawah, erupsi berasal dari Kawah Ratu
-1926 Erupsi freatik di Kawah Ratu membentuk lubang Ecoma
-1935 Lapangan fumarol baru disebut Badak terjadi, 150 m ke arah selatan baratdaya dari Kawah Ratu
-1952 Erupsi abu didahului oleh erupsi hidrothermal (freatik)
-1957 Erupsi freatik di Kawah Ratu, terbentuk lubang kawah baru
-1961,1965,1967 Erupsi freatik
-1969, 1971 Erupsi freatik didahului oleh erupsi lemah menghasilkan abu
-1983 Erupsi freatik
-1992 Awan abu membubung setinggi 159 m di atas Kawah ratu
-1994 Peningkatan kegiatan kuat dengan gempa seismik dangkal dengan erupsi freatik kecil
-2004 Peningkatan kegempaan