REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap independen dan terbebas dari pengaruh kekuasaan. ICW masih tetap menolak pimpinan KPK diisi oleh unsur dari kepolisian dan kejaksaan.
"Bukan hanya secara institusi tapi independensi setiap pegawai KPK, tak terkecuali lima komisioner yang akan terpilih nanti. Maka dari itu, kalaupun ada dari institusi tertentu yang lolos jadi pimpinan KPK, dorongan kita bukan hanya mundur dari jabatannya. Tapi, juga mundur dari institusinya, untuk mencegah konflik kepentingan," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (1/8).
ICW ingin pembentukan KPK ke depan layak untuk dikritisi, terlebih pada saat genting seperti sekarang. ICW masih menolak adanya kepolisan ataupun kejaksaan di tubuh KPK.
"Masih banyak catatan kritis kepada institusi penegak hukum yang juga punya kewenangan memberantas korupsi. Maka dari itu kita pandang lebih baik, untuk membenahi internalnya dari pada mengirimkan wakilnya ke KPK," kata Kurnia.
ICW sendiri mengaku telah mengantongi nama calon pimpinan KPK bermasalah terkait laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan rekam jejaknya. Namun, ICW akan memeriksa lebih lanjut profil capim bermasalah itu.
"Laporan sudah ada yang masuk. Kita menelaah lebih jauh dan terus mengkampanyekan agar ada keterlibatan publik dalam pemilihan-pemilihan pimpinan KPK," jelasnya.
ICW pun segera melaporkan temuan itu kepada Panitia Seleksi (Pansel) KPK dan diharapkan ada tindak lanjut yang jelas dari pansel. "Ada beberapa nama yang perlu di-cross check ulang pansel karena ada pemberitaan juga, laporan masyarakat juga terkait dari figur tersebut. Ke depan, jika ada temuan signifikan akan disampaikan ke publik," tuturnya.