REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengatakan umumnya gempa dengan magnitudo 7,4 memiliki waktu perulangan 30-50 tahun. Siklus gempa magnitudo 7,4 berbeda dengan siklus gempa yang lebih besar.
Eko mengatakan tidak ada data detail dan pasti terkait sejarah atau siklus gempa yang terjadi di lokasi yang hampir sama dengan yang terjadi Jumat (2/8) malam dan berpusat di Banten. Padahal, jika ada pencatatan sejarahnya, maka dapat diketahui perilaku gempanya.
"Sayangnya kita tidak mempunyai data misalnya kejadian sebelumnya di tempat yang kurang lebih sama seperti itu kapan terjadinya, itu yang harus dicari supaya kemudian kita tahu secara lebih pasti waktu perulangannya," ujar Eko saat dihubungi Jumat malam.
Dia mengatakan gempa yang lebih besar dari magnitudo 7,4, yakni dekat skala 9 magnitudo, waktu perulangannya jauh lebih lama. Eko menuturkan perlunya pendataan dan penelitian komprehensif untuk mengetahui perilaku gempa.
Penelitian tersebut meliputi sejarah kegempaan dan tsunami yang lebih detail di seluruh wilayah Indonesia baik darat maupun lautan. Dia menuturkan pelaporan gempa di Indonesia baru dimulai ketika alat seismometer ada di Tanah Air yakni sekitar 1850-an tapi belum masif pada saat itu.
"Penelitian-penelitian data-data tentang geologi tapi setidaknya itu belum dilakukan secara intensif di Indonesia karena kendala-kendala yang tidak teknis," ujarnya.
Sebelumnya, gempa bumi terjadi di posisi 147 km barat daya Sumur-Banten. Gempa berkedalaman 10 km yang berpotensi tsunami. Getaran gempa di Banten itu juga dirasakan hingga ke Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, dan sekitarnya.
Awalnya, gempa tersebut dilaporkan berkekuatan magnitudo 7,4. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memutakhirkan data terakhir gempa bumi dengan magnitudo 7,4 di barat daya Sumur, Banten, menjadi magnitudo 6,9.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. (Republika)
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam jumpa pers di Kantor BMKG, Jumat malam, menjelaskan setelah dimutakhirkan gempa bumi itu terjadi pada Jumat, pukul 19:03:21 WIB. Pusat gempa terletak pada koordinat 104.75 derajat BT dan 7.32 derajat LS pada kedalaman 48 km.
Lokasi gempa berjarak 164 km barat daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. “Episentrum gempa berada di wilayah Samudra Hindia di sebelah selatan Selat Sunda,” kata dia.
Dwikorita menjelaskan dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa itu jenis gempa bumi dangkal akibat adanya deformasi batuan di dalam Lempeng Indo-Australia. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi terjadi dengan mekanisme pergerakan naik atau patahan akibat dari patahan naik di dalam Lempeng Indo-Australia tersebut.
Hasil akhir BMKG tidak berbeda dengan siaran pers Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menyebutkan bahwa gempa bumi itu disebabkan aktivitas penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia. PVMBG mengutip Informasi dari Unites States Geological Survey (USGS) yang mencatat gempa bumi pada koordinat 104.806 derajatBT dan 7.29 derajat LS dengan magnitudo 6,8 pada kedalaman 42,8 km.