Sabtu 03 Aug 2019 13:42 WIB

RSUD Yogyakarta Bantah Isu Bangkrut Akibat Tunggakan BPJS

RSUD Yogyakarta menyebut BPJS Kesehatan belum membayar premi Rp 16 miliar

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Direktur RSUD Kota Yogyakarta Ariyudi Yunita (kiri)  saat mengklarifikasi potensi bangkrutnya RSUD Kota Yogyakarta akibat BPJS  Kesehatan di Balai Kota Yogyakarta, Jumat (2/8).
Foto: Republika/Silvy Dian Setiawan
Direktur RSUD Kota Yogyakarta Ariyudi Yunita (kiri) saat mengklarifikasi potensi bangkrutnya RSUD Kota Yogyakarta akibat BPJS Kesehatan di Balai Kota Yogyakarta, Jumat (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- RSUD Kota Yogyakarta membantah mengalami kebangkrutan. Tapi, rumah sakit tersebut membenarkan BPJS Kesehatan belum membayarkan premi yang seharusnya mereka terima sebesar Rp 16 miliar.

Direktur RSUD Kota Yogyakarta Ariyudi Yunita mengatakan, telatnya pembayaran terkendala akreditasi rumah sakit. Sehingga, klaim BPJS di Bulan Maret dan April tidak dibayarkan.

Baca Juga

Karena belum terakreditasi, BPJS memutus kerja sama pada 1 Mei. Namun, sertifikat akreditasi telah keluar pada 15 Mei 2019, sehingga, pelayanan BPJS dibuka kembali.

"Kami Maret dan April itu memang terkendala karena belum terakreditasinya RS. Tapi kita tetap melayani, karena saat itu kami memang belum diputus oleh BPJS," kata Ariyudi di Balai Kota Yogyakarta, Jumat (2/8).

Ia menjelaskan, walaupun kerja sama diputus, pelayanan tetap dilakukan dengan keterbatasan daya. Pelayanan dilakukan terhadap pasien yang masuk sebelum kerja sama dengan BPJS diputus.

Pasien yang sudah terlanjur masuk rumah sakit sebelum adanya pemutusan kerja sama, tetap akan dilayani. Pelayanannya pun tetap dapat diklaim ke BPJS.

"Dengan persetujuan BPJS waktu itu, pasien yang kita layani sejak April sampai Mei ini tetap dilayani kalau sudah terlanjur masuk RS. Dan Pasien di ICU tetap tidak dipulangkan. Janji BPJS itu bisa di klaim," katanya.

Karena sudah ada akreditasi, kerja sama kembali dilakukan. Pelayanan pun tetap berjalan. Namun, klaim BPJS pada April dan Mei memang belum dibayarkan hingga saat ini.

Ariyudi menjelaskan, tagihan Bulan Mei jatuh tempo pada 10 Juli. Sementara, BPJS baru bisa membayarkan premi sampai pada 24 Juni, yang mana tagihannya mencapai Rp 2,6 miliar.

"Sebetulnya tagihannya Rp 3,3 miliar. Tapi yang masih di-pending karena alasan pasien inap dari April, Mei itu sebanyak Rp 700 juta. Jadi yajg laik, yang sudah ada berita acara cuma Rp 2,6 miliar itu belum dibayarkan," katanya.

Ariyudi menambahkan, tagihan untuk Juni sendiri yang sebesar Rp 4,5 miliar juga sudah ada berita acaranya. Sedangkan, rencananya tagihan Juli baru akan diajukan pada 15 Agustus mendatang.

Kepala Bagian Keuangan, Administrasi Data dan Pelaporan (ADP) RSUD Kota Yogyakarta, Marvi yunita mengatakan, pasien BPJS di RSUD Kota Yogyakarta sendiri mencapai 70 persen. Ia berharap, BPJS dapat membayar segera premi tersebut.

Marvi pun mempertanyakan kendala pembayaran premi karena alasan akreditasi. Status akreditasi RSUD Kota Yogyakarta sendiri berlaku hingga 12 Desember 2018. 

Namun, kata Marvi, pada saat itu BPJS belum memutus kerja sama dan tetap membuka layanan. Bahkan, klaim Januari dan Februari 2019 masih dibayarkan.

"Kalau asumsinya belum akreditasi, tentunya kita sejak Januari sudah ditutup. Tapi kita Pcare (Primary care) masih dibuka. Dan klaim Januari, Februari masih dibayar. Tapi kenapa Maret dan April menjadi permasalahan. Harapannya tetap dibayarkan," kata Marvi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement