REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) periode 2019-2023 tidak ingin komisioner KPK nantinya tidak cepat tanggap alias lemot. Saat ini tersisa 40 kandidat yang masih menjalani proses seleksi.
"Kita cari orang terbaik dari sisi psikologis, leadership pasti (juga dicari), orang yang tahan bekerja dalam tekanan, orang yang cepat tanggap, eksekusi cepat, tidak lemot kalau bahasa anak sekarang, jadi kami ingin mendapat calon yang benar-benar sesuai ekspektasi tinggi," kata anggota Pansel Capim KPK Hamdi Moeloek di gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta, Jumat (9/8).
Sejak Kamis (8/8) hingga Jumat (9/8), Pansel Capim KPK menyelenggarakan ujian profile assessment di gedung Lemhanas Jakarta dan diikuti 40 orang capim KPK. "Integritas juga penting tapi bisa diukur dari macam-macam karena psikolog bisa menjebak orang dalam discussion dan simulasi. Dalam wawancara itu mereka (psikolog) akan mengejar soal integritas, tapi juga tidak bisa dibayangkan komisoner KPK lack of capability soal hukum seperti penyelidikan, penuntutan, dan tugas-tugas yang berkaitan sehari-hari mereka," tambah Hamdi.
Dalam ujian tersebut, para capim juga melakukan presentasi visi dan misi mereka. "Tapi kita juga cari orang yang strong secara psikologis, tidak mudah digertak, firm pendiran, teguh dalam prinsip. Kita tidak bisa membayangkan komisoner KPK mudah menyerah, digertak sedikit takut, emosionalnya labil," ungkap Hamdi.
Hasil dari profile assessment itu nantinya akan berbentuk psikogram lengkap yang menunjukkan karakter mereka dari uji psikologis yang dilakukan oleh sekitar 24 orang psikolog. "Tapi kalau ada satu penilaian yang dianggap labil atau bahaya secara kejiwaan, langsung kami minta untuk potong karena itu dinilai vital, tapi hal itu harus dilakukan oleh orang yang mengerti hasilnya," ungkap Hamdi.
Psikogram tersebut nantinya juga akan dipadu dengan data dari KPK, Polri, PPATK, Kejaksaan, BNPT, BIN, BNN dan lembaga lain yang diminta mencari latar belakang para capim oleh pansel. "Laporan satu orang saja tebal sekali karena memuat bagaimana kepemimpinan mereka profesionalitas dalam bekerja, orang yang orientasi hasil, tidak cepat puas, mudah bekerja sama atau tidak, apakah dapat mengambil keputusan taktis atau tidak, defensif atau agresif, mudah emosional atau terkontrol, mengalah atau menyerang itu semua lengkap," jelas Hamdi.
Dari jumlah 40 orang tersebut nantinya akan mengerucut menjadi sekitar 20 orang. "Prinsip seleksi adalah mengerucut agar lebih sedikit 'rule of thumb-nya' seleksi itu rasionya 1:2 jadi bisa tinggal 20 orang, tapi bisa lebih kecil," tambah Hamdi.
Dari 40 orang yang mengikuti profile assessment, latar belakangnya adalah akademisi/dosen tujuh orang, advokat/konsultan hukum dua orang, jaksa tiga orang, pensiunan jaksa satu orang, hakim satu orang, anggota Polri enam orang, auditor empat orang, Komisi Kejaksaan/Komisi Kepolisian Nasional satu orang, komisioner/pegawai KPK lima orang, PNS empat orang, pensiunan PNS satu orang, dan lain-lain lima orang.