REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Momen hari raya Idul Adha seharusnya menjadi waktu yang menggembirakan bagi banyak masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Namun, hal lain terjadi pada warga Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, yang terdampak tsunami pada Desember tahun lalu.
Banyaknya daging kurban saat Idul Adha justru memperlihatkan sisi lain dari kondisi hari raya di negeri ini. Banyak warga Labuan yang mengeluh mendapat daging kurban tapi tidak mempunyai beras yang merupakan makanan pokok.
"Malam kemarin banyak warga yang laporan ke saya kalau mereka punya daging tapi tidak punya beras untuk dimakan. Jadi kami sebenarnya butuh bantuan dalam bentuk apapun. Mau makanan, uang, sampai banyak juga anak-anak yang mengeluh nggak punya baju pramuka," terang panitia penerima bantuan hewan kurban bagi warga terdampak bencana tsunami di Desa Citanggok, Kecamatan Labuan, Pandeglang, Liliswati, Senin (12/8).
Menurutnya, saat ini ada 248 Keluarga yang tercatat telah menempati hunian sementara (huntara) korban tsunami di Kecamatan Labuan. Namun, kondisi perekonomian warga di sana belum kunjung membaik pascabencana tsunami yang melanda daerahnya.
Bahkan, gempa bermagnitudo 6,9 di Banten baru-baru ini semakin membuat kondisi warga sulit. Warga Labuan yang menurutnya sebagian besar menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan laut karena banyak yang berprofesi sebagai nelayan, merasa takut untuk pergi melaut lagi.
"Banyak warga yang takut melaut lagi. Padahal cuma sedikit nelayan di sana yang masih jadi nelayan karena mayoritas kapal di sana rusak karena tsunami. Kondisi sekarang lebih banyak mengandalkan bantuan. Ada yang sekarang jadi mengemis, ada juga yang usaha cilok atau ngojek," terang Liliswati.
Cerita warga Labuan yang tidak memiliki beras untuk makan saat Idul Adha menurut Lilis banyak terjadi di daerahnya. Penyaluran hewan kurban berupa tiga ekor sapi yang dijadikan 600 besek daging untuk dibagikan dari Dharma Wanita Unit Dindikbud menurutnya cukup membantu. Namun, masyarakat di sana memerlukan bantuan di banyak aspek.
Lilis yang berprofesi sebagai guru ini juga meyebut banyak siswa di sana yang masih kekurangan seragam sekolah. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten maupun Kecamatan saat ini menurutnya sudah berhenti. Padahal kebanyakan warga bergantung dari bantuan.
"Ketika ada gempa Palu itu bantuan sudah mulai berkurang. Sebelumnya itu makan saja dikasih tiga kali sehari, bantuan dari mana-mana cukup bahkan lebih. Setelah warga pindah ke huntara, sudah stop bantuan buat makan," terangnya.
Sektor pariwisata di Labuan juga menurutnya seakan telah mati, dampak bencana tsunami masih terasa dalam mengurangi minat wisatawan datang ke daerahnya. Terlebih gempa yang terjadi dua pekan lalu menambah keterpurukan itu.
Kepala Seksi (Kasi) Damkar, Kedaruratan, dan Logistik BPBD Pandeglang Endan Permana membenarkan bahwa bantuan kepada korban tsunami saat ini sudah berhenti. Menurutnya, usai masa tanggap darurat dan pembangunan hunian untuk para korban saat ini sudah tidak ada lagi bantuan yang bisa disalurkan.
"Kalau sekarang memang sudah tidak ada lagi bantuan, kan sudah selesai masa tanggap daruratnya. Di BPBD juga sudah tidak ada lagi yang bisa disalurkan," jelas Kasi Damkar, Kedaruratan, dan Logistik BPBD Pandeglang, Endan Permana.
Dirinya juga sempat mendapat laporan dari warga Labuan yang meminta bantuan beras saat hari pertama Idul Adha kemarin. Namun, karena tidak adanya pasokan sembako yang bisa disalurkan BPBD, pihaknya tidak bisa memberikan bantuan tersebut.
"Kemarin ada warga Labuan yang minta bantuan beras sama air selesai memotong hewan kurban. Tapi kita memang tidak punya barangnya. Kalau air masih ada, jadi air bisa kita kirim ke mereka," terang Endan.