Selasa 13 Aug 2019 22:43 WIB

Bamsoet Nilai Wacana GBHN Perlu Dikaji

Pengkajian GBHN ini juga akan melibatkan masyarakat dan juga akademisi.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo menjawab pertanyaan wartawan seusai menemui Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/7/2019).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo menjawab pertanyaan wartawan seusai menemui Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Bambang Soesatyo berpendapat wacana penghidupan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) perlu dikaji lebih dalam lagi. Sebab, kata dia, dinamika baik ekonomi dan politik global saat ini berbeda dengan 20-50 tahun lalu.

Ia mengatakan, pengkajian GBHN ini juga akan melibatkan masyarakat dan juga akademisi. Hal ini disampaikan Bambang di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (13/8).

"Jadi apakah GBHN ini perlu atau tidak ini harus kita kaji melibatkan seluruh rakyat kita, akademisi juga karena begitu kita putuskan maka itu akan mengikat puluhan tahun ke depan karena itu garis besar haluan negara kita, sementara dinamika ekonomi politik global itu sangat cepat, apakah ini masih tepat kita menggunakan platform GBHN? Karena dunia setiap hari berubah," jelas dia.

Ia menegaskan, jika berdasarkan kajian penghidupan kembali GBHN masih diperlukan dan memang diinginkan oleh rakyat, maka DPR akan memperjuangkannya. Sebelumnya, PDIP dalam Kongres V di Bali memasukkan amandemen terbatas UUD 1945 dan GBHN sebagai salah satu rekomendasi. Bahkan, PDIP akan mengusung agenda tersebut dalam pemilihan Ketua MPR periode 2019-2024. PDIP pun membuka kemungkinan membuat paket pimpinan MPR dengan semua partai selama mendukung agenda tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement