REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kepala BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global Kototabang Wan Dayantolis mengatakan kualitas udara di Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) menurun. Kualitas udara terkena dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatra Selatan (Sumsel) dan Jambi.
Menurut Dayan, angin yang berhembus masuk ke Sumbar saat ini berasal dari tenggara yang melewati Sumsel dan Jambi. Sehingga angin tersebut membawa debu polutan hasil karhutla di Jambi dan Sumsel.
"Sekarang arah angin itu dari tenggara. Jadi debut itu terbawa dari provinsi sebelah. Angin ini melewati Sumsel dan Jambi yang membawa debu polutan kita di Sumbar," kata Dayan kepada Republika, Selasa (20/8).
Dayan mengatakan untuk mengatasi situasi kaulitas udara buruk ini tak bisa dilakukan Sumbar saja. Harus ditangani bersama-sama setidaknya lintas pemerintah provinsi supaya menekan angka kebakaran hutan dan lahan.
BKMG memantau ada 260 titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan yang tersebar di wilayah Sumatera. Titik panas paling banyak terdeteksi di wilayah Sumatera Selatan (97 titik), kemudian Jambi (75 titik), Riau (57 titik), Bangka Belitung (13 titik), Kepulauan Riau (sembilan titik), Lampung (delapan titik), dan Sumatera Utara (satu titik)
Dayan mengatakan sejak memasuki Agustus ini memang memasuki fase kering kedua Sumbar. Untuk meminimalisir semakin memburuknya kuaitas udara, BKMG meminta masyarakat supaya mengurangi aktivitas yang memicu terjadinya kebakaran. Misalnya tidak membakar sampah di area terbuka.
Kemudian untuk mengantisipasi jatuhnya korban, Dayan meminta masyarakat terutama yang rentan seperti anak-anak dan orang tua lanjut usia untuk meminimalisir aktivitas di luar ruangan. Kalau keluar ruangan disarankan menggunakan masker.
"Karena dari Juli sampai Agustus, curah hujan di Sumbar memang menurun," ujar Dayan.