Kamis 22 Aug 2019 16:30 WIB

Blokir Internet di Papua Dibuka Tunggu Situasi Kondusif

Pemblokiran internet tetap harus dilakukan demi kepentingan nasional.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kepada wartawan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (22/8).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kepada wartawan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara belum dapat memastikan kapan pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat kembali dibuka. Menurutnya, akses internet Papua dan Papua Barat akan normal jika situasi dan kondisi Papua dan Papua Barat sudah benar-benar kondusif.

"Mudah-mudahan (cepat) kalau makin kondusif ya sudah (akan dinormalkan kembali)," ujar Rudiantara kepada wartawan di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (22/8).

Baca Juga

Rudiantara beralasan, pemblokiran akses internet memiliki dampak pada perekonomian. Namun, Rudiantara menerangkan, pemblokiran internet tetap harus dilakukan demi kepentingan nasional.

"Kita juga operator kasian juga kalau lama-lama, biar bagaimana pun ada pendapatan yang berkurang walaupun untuk kepentingan nasional," kata Rudiantara.

Ia melanjutkan, apalagi, pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat, bukan sepihak dari Kemkominfo dan sudah melalui pembahasan rapat dengan aparat penegak hukum.

Pemblokiran akses internet didasarkan atas tingginya lalu lintas informasi provokatif di Papua dan Papua Barat beberapa waktu terakhir.

"Kebijakan yang diambil pasti ada yang suka ada yang tidak suka, tapi ini kan kepentingan nasional, dan sudah dibahas dengan aparat penegak hukum," ujar Rudiantara.

Ia menjelaskan, pemblokiran tidak dilakukan di seluruh Papua maupun Papua Barat. Namun di titik-titik keramaian dan rawan kerusuhan. Karena itu, ia membantah pemblokiran sebagai tindakan represif pemerintah.

"Konsennya adalah bagaimana kejadian-kejadian yang di Papua, kan itu juga tidak seluruh Papua hanya beberapa kota tertentu, pertama dari Manokwari, terus ke Jayapura, pindah ke Sorong, pindah ke Fakfak," ujar Rudiantara.

Rudiantara mengatakan tidak semua ditutup. Indonesia tidak refresiflah seperti negara lain. Kalau negara lain kan binary, binary itu kan ada atau tidak ada, kalau kita masih ada, voice (suara) masih ada," ujarnya lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement