Senin 26 Aug 2019 07:16 WIB

Menteri Luar Negeri Iran Mendadak ke G-7

Gedung Putih mengaku terkejut melihat Menteri Luar Negeri Iran.

Rep: Lintar Satria/Rossi Handayani/ Red: Indira Rezkisari
Para pemimpin tujuh negara yang tergabung di G7 dan tamu undangan berpose di sela KTT G7 di Biarritz, Prancis, Ahad (25/8).
Foto: AP
Para pemimpin tujuh negara yang tergabung di G7 dan tamu undangan berpose di sela KTT G7 di Biarritz, Prancis, Ahad (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BIARRITZ -- Menteri Luar Negeri Iran mendadak mengunjungi pertemuan G-7 di Prancis. Sebuah kunjungan mengejutkan dalam pertemuan yang bermasalah karena perbedaan pendapat antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan sekutu-sekutunya di Barat dalam sejumlah isu termasuk soal Iran.

Senin (26/8) Gedung Putih mengatakan undangan Prancis untuk Mohammad Javad Zarif demi mengadakan pertemuan sela di Biarritz sebagai sesuatu yang 'mengejutkan'. Pemerintah Prancis mengatakan Zarif bertemu menteri luar negeri Prancis untuk membahas kondisi yang dapat menurunkan ketegangan antara Teheran dan Washington.

Baca Juga

Pemerintah Prancis menyebutkan Zarif juga bertemu dengan Presiden Emmanuel Macron dalam kunjungan singkatnya itu. Tapi Gedung Putih mengatakan Zarif tidak menemui pejabat AS sebelum meninggalkan bandara Biarritz.

Pemimpin-pemimpin Eropa kesulitan untuk menenangkan konfrontasi antara Iran dan AS. Ketegangan yang terjadi sejak Trump menarik negaranya dari kesepakatan nuklir Iran atau yang dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi kepada Teheran.

Pada Ahad pagi Trump mengabaikan upaya Macron yang ingin menengahi konfrontasi AS-Iran. Trump mengatakan walaupun ia senang Prancis mengundang Iran tapi ia tetap akan melanjutkan inisiatifnya sendiri.

Macron memimpin upaya untuk menurunkan ketegangan tersebut. Khawatir ketegangan itu dapat menghancurkan JCPOA yang membuat Timur Tengah jatuh dalam peperangan. Ia bertemu dengan Zarif sebelum pertemuan G-7. Mereka membahas upaya untuk menanggulangi krisis ini, termasuk mengurangi beberapa sanksi AS atau memberikan mekanisme kompensasi kepada Iran.

Dua orang pejabat dan seorang diplomat Iran mengatakan jika Barat ingin bernegosiasi dengan Teheran untuk menyelamatkan JCPOA. Iran ingin mengekspor minyak minimal 700 ribu barel per hari dan idealnya 1,5 juta barel per hari.

Namun, kata salah seorang diplomat yang terlibat dalam pertemuan G-7 para pemimpin sekutu AS gagal menyakinkan Trump. Mereka membujuk presiden AS itu untuk mengeluarkan kembali keringanan para pembeli minyak Iran yang ditarik pada bulan Mei lalu, dilansir dari Reuters

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement