Senin 22 May 2023 21:38 WIB

Tingginya Ketegangan Antara Cina dan Jepang Usai KTT G7

Jepang dinilai bertindak provokatif

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Para pemimpin dunia dari G7 dan negara-negara undangan, (baris atas dari kiri ke kanan) Mathias Cormann, Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Jerman Kanselir Olaf Scholz, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional Fatih Birol. (baris bawah dari kiri ke kanan) Presiden Bank Dunia David Malpass, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown, Yoon Suk Yeol Korea Selatan, Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Jepang Perdana Menteri Fumio Kishida, Presiden Komoro Azali Assoumani, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula de Silva, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia Ngozi Okonjo-Iweala berpose untuk foto keluarga para pemimpin G7 dan negara-negara undangan dalam KTT Pemimpin G7 di Hiroshima Jepang barat, Sabtu (20/5/2023).
Foto: Japan Pool via AP
Para pemimpin dunia dari G7 dan negara-negara undangan, (baris atas dari kiri ke kanan) Mathias Cormann, Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Jerman Kanselir Olaf Scholz, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional Fatih Birol. (baris bawah dari kiri ke kanan) Presiden Bank Dunia David Malpass, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown, Yoon Suk Yeol Korea Selatan, Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Jepang Perdana Menteri Fumio Kishida, Presiden Komoro Azali Assoumani, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula de Silva, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia Ngozi Okonjo-Iweala berpose untuk foto keluarga para pemimpin G7 dan negara-negara undangan dalam KTT Pemimpin G7 di Hiroshima Jepang barat, Sabtu (20/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina geram dengan pernyataan negara-negara kaya G7 di pertemuan di Hiroshima, Jepang. Beijing pun memanggil Duta Besar Jepang di Cina atas pernyataan tersebut. Pengamat menilai keputusan Cina memanggil duta besar Jepang menunjukkan tingginya ketegangan.

Dalam deklarasinya pada Sabtu (20/5/2023) G7 menyerang Cina dalam masalah-masalah seperti Taiwan, senjata nuklir, pemaksaan praktik ekonomi dan pelanggaran hak asasi manusia. Pernyataan ini menunjukkan panasnya ketegangan antara Beijing dan kelompok negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS).

Baca Juga

Wakil Menteri Luar Negeri Cina Sun Weidong memanggil Duta Besar Jepang untuk Cina, Hideo Tarumi. Dalam pernyataannya, Senin (22/5/2023) Cina mengajukan protes atas "kehebohan seputar masalah terkait Cina."

"(Jepang berkolaborasi dengan negara lain di pertemuan G7) untuk memfitnah dan menyerah Cina, mencampuri urusan dalam negeri Cina, melanggar prinsip dari hukum internasional dan semangan empat dokumen politik antara Cina dan Jepang," kata Sun merujuk Pernyataan Bersama Cina-Jepang 1972.

Tarumi mengatakan sudah "alami" G7 merujuk masalah-masalah tersebut sebagai perhatian bersama seperti yang dilakukan sebelumnya dan akan terus dilakukan di masa depan. Selama Cina belum mengubah perilakunya.

Profesor hubungan internasional di Renmin University, Wang Yiwei mengatakan Cina masih menahan diri dalam responnya terhadap komunike G7. Tapi menurutnya Jepang bertindak provokatif. Ia merujuk keputusan Jepang untuk menggelar pertemuan G7 di Hiroshima, kota yang diratakan bom atom di akhir Perang Dunia II. Tokyo juga mendorong pernyataan bersama mengenai pelucutan senjata nuklir yang dipicu kekhawatiran terhadap persenjataan nuklir Cina.

"Hal utama yang terjadi di sini adalah Jepang menggunakan posisinya sebagai ketua giliran (G7) untuk menciptakan gerakan anti-Cina," kata Wang Yiwei.

Di antara negara-negara G7, Tokyo juga paling vokal menyuarakan keprihatinan mengenai retorika kekuatan Cina di sekitar Taiwan, yang terletak di ujung kepulauan Jepang. Cina tidak pernah mengesampingkan kemungkinan menggunakan kekuatan untuk menegaskan kedaulatannya di Taiwan.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan kebijakan negaranya terhadap Cina konsisten. Jepang, katanya, akan terus menutut Cina melakukan tindakan yang diperlukan dan mendesak perilaku yang bertanggung jawab sambil mengambil langkah untuk mengatasi dan bekerja sama dalam masalah-masalah umum.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement