REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Edhy Prabowo mengatakan, Gerindra tak setuju jika swasta terlibat dalam pembangunan ibu kota di Kalimantan Timur. Menurutnya, hal tersebut dapat mengganggu kedaulatan negara..
"Pembangunannya harus biaya negara, jangan ada biaya swasta atau nonpemerintah. Karena ini adalah kedaylatan. Gerindra maunya 100 persen negara," ujar Edhy di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen RI, Jakarta, Selasa (27/8).
Ketua Komisi IV DPR RI itu mengaku setuju dengan pemindahan ibu kota. Karena Jakarta memiliki sejumlah masalah yang dapat mengganggunya sebagai ibu kota.
Namun, Partai Gerindra dengan tegas menolak jika pembiayaan pembangunannya nanti melibatkan pihak swasta atau asing.
"Yang paling utama kebutuhan dasar, ini kan kedaulatan negara. Masa kita serahkan ada swasta membangun negeri kita," ujar Edhy.
Edhy juga menjelaskan bahwa partainya pernah mengusulkan Jonggol sebagai ibu kota Indonesia. Wilayah tersebut dinilai sudah memiliki sarana dan infrastruktur yang memadai untuk mengemban peran tersebut.
"Kami sendiri itu mengusulkan bukan di Kaltim, tapi di Jonggol. Kenapa harus ke Kaltim kalau di Jonggol bisa, itu saran kami," ujar Edhy.
Diketahui, Presiden Joko Widodo resmi memilih Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru Indonesia. Ibu kota baru yang dipilih berlokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegera, Kalimantan Timur.
Jokowi menyampaikan sejumlah pertimbangan menjadi alasan di balik terpilihnya Kaltim sebagai lokasi ibu kota baru. Alasan di balik pemindahan ibu kota baru ini, ujar Jokowi, antara lain minimnya risiko bencana di Kaltim, termasuk gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, hingga tanah longsor.
Kawasan di antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara dipilih karena sudah memiliki infrastruktur lengkap dan tersedia 180 hektare lahan yang sudah dimiliki pemerintah.