REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar Misbakhun mempertanyakan dasar usulan kenaikan iuran tarif BPJS Kesehatan yang disampaikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) maupun Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Usulan tersebut disampaikan dalam rapat kerja gabungan Komisi XI dan Komisi IX di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Selasa (27/8).
Misbakhun mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang menyangkut kepentingan banyak masyarakat tentu harus diiringi dengan dasar tepat. "Kami hanya ingin mengetahui untuk rasionalisasi angkanya," ujarnya dalam rapat kerja gabungan Komisi XI dan Komisi IX DPR di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Selasa (27/8).
Dalam rapat kerja gabungan, Kemenkeu mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 2 dan kelas 1 masing-masing menjadi Rp 120 ribu dan Rp 160 ribu. Sementara itu, kelas 3 dikenakan tarif menjadi Rp 42 ribu yang juga akan berlaku sama di tingkat Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Usulan kenaikan juga disampaikan DJSN dengan nominal yang lebih kecil dibandingkan Kemenkeu. Kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 diusulkan naik menjadi masing-masing Rp 160 ribu, Rp 120 ribu dan Rp 42 ribu per jiwa per bulan. Kenaikan ini ditujukan untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang terus terjadi tiap tahun.
Misbakhun menuturkan, dasar yang rasional juga harus disampaikan Kemenkeu dan DJSN mengingat kemungkinan respons yang terjadi di masyarakat akan berbeda. "Penentuan angka paling ideal harus jadi perhatian kita semua," tutur anggota DPR dari Jawa Timur ini.
Di sisi lain, Misbakhun menambahkan, kenaikan iuran ini juga harus diiringi dengan perbaikan kelemahan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara keseluruhan. Tidak hanya di lingkup BPJS Kesehatan sebagai operator, juga permasalahan di sisi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Sosial (Kemensos). Data mereka yang belum valid turut berkontribusi terhadap defisit ini.
Misbakhun juga menganjurkan perombakan desain DJSN. Negara sudah hadir hampir lima persen di bidang kesehatan yang mengakibatkan ruang fiskal sangatlah terbatas. Sementara, ada masyarakat yang sudah membayar Pajak Penghasilan (PPh) 21 harus membayar lagi ketika ingin menikmati jaminan sosial.
"Ini jelas menyusahkan warga negara sebagai wajib pajak," katanya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ansory Siregar menyampaikan dirinya kurang setuju dengan usulan menaikkan iuran. Sebab, dengan nominal saat ini saja, masih banyak yang tidak melaksanakan kewajiban mereka.
Ansory mengajak pemangku kepentingan untuk mencari alternatif solusi lain secara bersama-sama agar iuran tidak naik. "Kalaupun usulan ini disetujui pada kesimpulan nanti, saya akan tetap menyuarakannya!" ujarnya.