Kamis 29 Aug 2019 17:45 WIB

Amnesty Nilai Aturan Kebiri Merugikan Pemerintah Indonesia

Kejaksaan sudah melakukan tuntutan kebiri, tetapi tak bisa mengeksekusinya.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid saat mendatangi Polda Metro Jaya untuk bertemu Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono membahas temuan-temuan dalam insiden kerusuhan 21-23 Mei 2019, Selasa (9/7).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid saat mendatangi Polda Metro Jaya untuk bertemu Kapolda Metro Jaya, Irjen Gatot Eddy Pramono membahas temuan-temuan dalam insiden kerusuhan 21-23 Mei 2019, Selasa (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang hukuman kebiri merugikan pemerintah. Kerugian tersebut, yakni pemerintah melalui kejaksaan sudah melakukan tuntutan kebiri dan dikabulkan oleh pengadilan, tetapi tidak dapat mengeksekusinya.

Ia menjelaskan permintaan untuk mengebiri paksa itu ditolak oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Kalau terus begitu maka pemerintah sendiri yang rugi karena menuntut orang, dipenuhi oleh pengadilan, tapi tidak bisa dilaksanakan," ujar Usman saat dihubungi Republika, Kamis (29/8).

Baca Juga

Untuk itu, Usman berharap pemerintah melakukan perubahan terhadap Undang-Undang (UU) yang mengatur tentang hukuman kebiri. "Sebaiknya pemerintah saja yang melakukan perubahan tersebut," ujar Usman.

Usman menjelaskan, perubahan peraturan tersebut akan dapat membantu kerja dari kejaksaan. Saat ini, kata dia, kejaksaan terlihat kesulitan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang memerintahkan melakukan hukuman kebiri kimia.

"Mudah-mudahan (ada kesadaran dari pemerintah), kan banyak kalangan terpelajar di sana," ungkapnya.

Ia juga memberi pandangannya terkait rencana jaksa di Mojokerto, Jawa Timur, yang akan mengeksekusi hukuman kebiri terhadap terpidana kasus pemerkosaan sembilan anak. Menurutnya, penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman.

“Kita semua harus bersatu dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak dan tidak ada keraguan sama sekali terkait hal tersebut. Namun, penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman," terangnya.

Menurutnya, itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan itu sendiri. Otoritas di Indonesia, katanya, harus mencari alternatif penghukuman lain untuk memerangi kejahatan seksual terhadap anak tanpa harus berujung pada hukuman mati.

Ia menerangkan, hukuman mati masuk dalam kategori penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat yang melanggar hak asasi manusia (HAM). “Penghukuman kebiri kimia melanggar aturan internasional tentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement