REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Bekasi, Petrus Teguh menjelaskan, sepanjang 2019, pihaknya telah mendeportasi sekitar 60 warga negara asing (WNA). Selain itu, ia juga telah melalukan pencekalan terhadap 33 WNA.
"Ada dua WNA sudah kami ajukan ke pengadilan," kata Teguh kepada awak media, Kamis (29/8).
Ia menambahkan, setidaknya di Kota dan Kabupaten Bekasi terdapat 5.700 WNA. Jumlah mereka diketahui dari total keberadaan kartu identitas, baik pekerja maupun yang sudah berkeluarga.
Ia juga mengatakan, kehadiran Kantor Imigrasi di Kota Bekasi akan memudahkan pengawasan terhadap WNA. Ia menuturkan, selama ini mayoritas WNA yang tinggal di Kabupaten dan Kota Bekasi berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan Cina.
"Paling banyak di Cikarang. Kalau kitasnya habis, mereka harus pulang. Kalau overstay itu dendanya satu hari Rp 1 juta masuknya ke PNBP (penerimaan negara bukan pajak)," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat, Ari Budijanto menjelaskan, orang yang terdaftar di Kantor Imigrasi Bekasi adalah WNA yang menggunakan kitas dan WNA yang telah memperpanjang izin tinggalnya. "Tapi ada juga wna yang tidak perlu melaporkan ke Kantor Imigrasi, contohnya mereka yang melakukan wisata. Mereka tidak terdaftar di Kantor Imigrasi, tapi terdaftar di Direktorat Jenderal Imigrasi (pusat)," kata Ari kepada awak media.
Di sisi lain, Ari juga menjelaskan, pihaknya sedang melakukan sosialisasi kepada pemilik penginapan di Jawa Barat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pemilik penginapan wajib memberitahukan keberadaan wna kepada petugas imigrasi.
"Kita sedang sosialiasaikan kepada pemilik penginapan. Sesuai dengan pasal 72 UU 6 tahun 2011, sebenarnya ada kewajiban pemilik penginapan untuk melaporkan keberadaan orang asing yang menginap di tempat dia. Ketika kami meminta meraka wajib mengasih (datanya)," tuturnya.