REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Pemerintah Kabupaten Purbalingga terus berupaya menurunkan jumlah stunting balita yang ada di wilayahnya. Salah satunya, dengan memberikan penghargaan berupa sertifikat ASI Eksklusif pada ibu dan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
''Dengan pemberian sertifikat ASI eksklusif ini, diharapkan para ibu bersedia memberikan ASI eksklusif bagi bayinya,'' ujar Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, usai memberikan Sertifikat ASI Eksklusif dan bantuan makanan tambahan (BMT) Balita di Desa Pelumutan Kecamatan Kemangkon, Jumat (30/8).
Dalam acara tersebut, Bupati menyerahkan Sertifikat ASI Eksklusif pada 195 ibu yang menerapkan program ASI Eksklusif kepada balitanya. Para ibu tersebut, merupakan ibu yang memiliki balita dan sejak Januari hingga Juni 2019 telah memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
''Saya berharap puskesmas kecamatan lain juga harus mendorong pemberian ASI Eksklusif ini khususnya kepada balita di bawah usia 2 tahun. Syukur semua balita bisa diberi ASI eksklusif sampai dua tahun, namun minimal adalah setiap bayi bisa mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan,'' jelasnya.
Bupati Tiwi menuturkan, pemberian ASI Eksklusif bagi bayi sangat bermanfaat baik bagi sang balita maupun ibunya. Balita yang diberikan ASI eksklusif, akan dapat tumbuh dengan baik. Lebih dari itu, pemberian ASI juga akan menumbuhkan ikatan yang kuat antara ibu dan anak.
Kepala Puskesmas Kemangkon Suharno, menyatakan hingga awal tahun hingga Juni 2019, memang baru 195 bayi di wilayahnya yang mendapatkan ASI Eksklusif. Jumlah itu baru mencakup 54,15 persen dari target sasaran yang ditetapkan Dinas Kesehatan, yakni 70 persen dari jumlah ibu menyusui. ''Kita masih terus berupaya agar target tersebut terpenuhi. Insya Allah, pada akhir tahun 2019 ini target 70 persen bisa terpenuhi,'' katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Purbalingga Hanung Wikantono, sebelumnya mengakui prosentase kasus stunting di wilayahnya masih cukup tinggi, mencapai 26,4 persen dari jumlah balita di Purbalingga. Meski demikian dia menyebutkan, bila dibanding tahun-tahun sebelumnya, kasus stunting di Purbalingga sudah mengalami penurunan drastis.
''Pada tahun 2013 36,7 persen, pada tahun 2016 menjadi sekitar 28 persen. Sedangkan tahun 2017-2018 ini, juga mengalami penurunan menjadi 26,4 persen,'' jelasnya.
Dia menyebutkan, penurunan kasus stunting yang cukup signifikan dibanding tahun 2013, antara lain karena adanya intervensi khusus untuk menangani kasus tersebut. Antara lain dengan menjadikan desa-desa tertentu dengak kasus stunting tertinggi sebagai desa dengan prioritas khusus.
Di Purbalingga, kata Hanung, saat ini ada 10 desa yang mendapat prioritas penanganan stunting. Ke-10 desa tersebut terdiri dari Desa Sangkanayu, Candinata, Kalitinggar Kidul, Bantarbarang, Pelumutan, Cilapar, Brecek, Sempor Lor, Kradenan dan Selaganggeng. ''Di 10 desa yang menjadi prioritas pengananan stunting ini, prosentase kasus stuntingnya bila dirata-rata mencapai 23,4 persen,'' jelasnya.
Dia berharap, melalui berbagai program prioritas ini, maka pada tahun 2022 kasus stunting di Purbalingga bisa ditekan hingga di bawah 20 persen. ''Hal ini tentu menjadi fokus Pemkab Purbalingga terhadap stunting, sehingga diperlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk berkontribusi mengatasi masalah stunting,'' tegasnya.