REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) meminta pemerintah untuk melakukan antisipasi mundurnya musim tanam rendeng yang biasa dilakukan pada bulan November-Desember. Musim kemarau yang diprediksi bakal lebih lama berpotensi membuat proses penanaman padi terhambat.
Koordinator Nasional KRKP, Said Abdullah mengatakan, mundurnya musim tanam meski hanya satu bulan bakal berbahaya terhadap pemenuhan kebutuhan beras domestik saat pergantian tahun.
"Perlu ada antisipasi. Bisa dengan menyiapkan saluran irigasi sementara paling tidak untuk proses pengolahan tanah," kata Said kepada Republika.co.id, Rabu (4/9).
Berdasarkan pantauan yang dilakukan KRKP, sentra pertanaman padi di jalur Pantura berkurang antara 25-50 persen karena adanya keterbatasan air. Menurut Said, prediksi mengenai dampak kemarau sudah banyak disampaikan sehingga pemerintah mestinya sudah membuat antisipasi secara detail.
"Beberapa daerah seperti di Indramayu sudah mengalami kekeringan yang cukup parah karena dia kawasan tadah hujan," katanya.
Karena itu, menurut Said, harga beras di hilir berpotensi terus mengalami kenaikan seiring penurunan produksi saat ini. Berdasarkan statistik Pasar Induk Beras Cipinang, sejak Mei 2019 rata-rata harga beras lebih tinggi dibanding tahun 2017-2018.
Pada Mei lalu rata-rata harga beras tembus Rp 10.040 per kilogram (kg), lebih tinggi dibanding Mei 2018 sebesar Rp 9.997 per kg maupun Mei 2017 yang hanya Rp 9.512 per kg.
Sementara di bulan Agustus 2019, beras dihargai Rp 10.083 per kg. Posisi tersebut sedikit lebih rendah dibanding Agustus 2018 sebesar Rp 10.162 per kg namun jauh lebih tinggi dibanding Agustus 2017 yang hanya Rp 9.430 per kg.
"Sampai saat ini beberapa daerah masih panas dan belum ada tanda-tanda memasuki musim hujan. Pemerintah harus cermat supaya kemunduran musim tanam tidak terlalu lama," ujar dia.