REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Betawi Ridwan Saidi mengatakan, seorang sejarawan tidak bisa hanya membahas satu daerah. Menurut dia, sebagai sejarawan, setiap sejarah harus dibahas karena saling menyambung dengan sejarah lainnya.
“Kalau begitu fakultas sejarah harusnya dibagi-bagi juga dong, fakultas sejarah Padang khusus bahas sejarah Minang, mau begitu ? kan gak bisa begitu dong,” ujar Babe sapaan akrabnya kepada Republika.co.id, Rabu (4/9).
Dia menegaskan, seorang sejarawan yang berasal dari Betawi tidak bisa hanya dibatasi pembahasannya di Betawi saja. Menurut dia, ketika membahas sejarah tidak bisa terpaku dengan daerah asalnya. “Hukum dari mana itu ?” kata dia.
Dia menuturkan, argumentasi pakar sejarah dari LIPI, Asvi Warman Adam yang menyarankannya untuk membahas sejarah betawi, tidak mendasar sama sekali. Babe menegaskan, jangan ada subyektifitas terkait hal tersebut.
“Yang harusnya diserang itu kan argumentasi saya, dan serangan pada saya yang harus fokus membahas sejarah Betawi gak bermutu,” tutur dia.
Pernyataan Asvi yang menilai bahwa sejarah mempunyai spesifikasi keahlian tersendiri ditepis olehnya. Hal tersebut menurut dia, seorang sejarawan harus mampu membahas setiap sejarah.
Babe menambahkan, saat ini kebanyakan sejarawan di Indonesia masih berfokus untuk membahas satu peristiwa secara terus menerus.
Ridwan Saidi menjadi perbincangan umum akhir-akhir ini, lantaran beberapa waktu sebelumnya, ia menyebutkan bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan fiktif, termasuk membahas Palembang, Sumatera Selatan dan lainnya termasuk Demak dengan perspektif yang berbeda. Ia bahkan menyebutkan bahwa Raden Fatah merupakan Yahudi bar-bar.
Menurut dia, Raden Fatah dikatakan yahudi bar-bar karena merujuk pada laporan perang dari Ferdinand Mendez Pinto. Dan cerita tersebut bermula ketika Islam melalui Ottoman merebut kemenangannya di Konstantinopel pada 1453 M.
Dia menambahkan, perdagangan Yahudi yang hancur karena dikuasai oleh Islam kemudian memantik Raja Portugal untuk menghindari keributan, dan selanjutnya mengirimkan Ferdinan untuk menguntit pergerakan Yahudi. Dalam laporannya itu ia menuliskan perang Pasuruan melawan Yahudi.
“Jadi itu bukan buku karangan, tapi laporan perang. Raden Fatah yang ada di Demak itu adalah Yahudi bar-bar dan nama tersebut tercantum dalam laporan Ferdinan,” ujar dia.
Babe menegaskan, bukan Ridwan Saidi yang mengarang hal tersebut, melainkan Ferdinand Mende yang menuangkannya ke dalam laporan perang.