REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pasal di RKUHP masih menjadi perdebatan. Namun pimpinan komisi dan DPR tetap berharap agar RKUHP bisa disahkan di akhir masa jabatan anggota DPR kali ini.
"Jadi ada semacam kebanggaan bahwa periode ini berhasil selesaikan RKUHP," kata anggota panitia kerja (panja) RKUHP Nasir Djamil di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/9).
Namun demikian, DPR tetap memberikan harapan bagi masyarakat yang tidak ingin agar RKUHP disahkan sekarang yaitu dengan menyerahkan pembahasan yang belum selesai pada parlemen periode berikutnya.
"Nanti DPR berikutnya akan menelaah, dan mengambil keputusan apakah harus diulang sejak awal lagi atau lanjut ketika itu berhenti," ujarnya.
Diketahui masih ada tujuh poin isu yang menjadi polemik di RKUHP yang terus dibahas oleh Panja. Isu pertama yang dibahas adalah hukum yang hidup di masyarakat atau hukum adat. Di RKUHP baru, ada aturan perbuatan yang menurut hukum setempat di daerah termasuk pelanggaran pidana adat.
Perkara kedua adalah terkait pidana mati. Di RKUHP baru, hukuman mati tetap ada, namun bukan lagi pidana pokok melainkan pidana khusus yang bersifat alternatif.
Ketiga yakni soal penghinaan terhadap presiden. Di RKUHP, penghinaan untuk presiden harus dengan delik aduan langsung dengan hukuman lebih tinggi daripada pasal penghinaan terhadap orang biasa.
Perkara keempat yakni soal pasal kesusilaan. Ada keringanan pemidanaan atas perzinahan. Selain itu, polemik LGBT dan perbuatan pencabulan akan dibahas secara lebih rinci. Lalu, perkosaan juga mengalami peluasan makna menjadi gender netral.
Kelima, yang menjadi perkara adalah tindak pidana khusus. Hal ini menjadi polemik ketika terorisme, korupsi, narkotika, yang ikut dimasukkan dalam RKUHP, yang menyebabkan pidana tersebut menjadi pidana umum.
Perkara keenam, yakni terkait ketentuan peralihan. RKUHP baru ini akan berlaku lewat UU sektoral selama 3 tahun sejak diundang-undangkan. Peraturan turunan, UU sektoral, dan lain lain, harus sudah ditindaklanjuti mengikuti aturan baru KUHP dalam waktu 3 tahun sejak KUHP diundangkan. Isu ketujuh, yakni soal ketentuan penutup.