Kamis 05 Sep 2019 21:47 WIB

Manusia, Makhluk Berakal dalam Pandangan Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun memandang kelebihan manusia terletak pada akal.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Zikir (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA
Zikir (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Manusia adalah makhluk Allah SWT yang istimewa. Seperti apakah keistimewaan manusia dalam pandangan cendekiawan Abad Pertangahan, Ibnu Khaldun? 

Dalam kitab monumentalnya, Muqaddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan  manusia termasuk jenis binatang dan Allah membedakannya dari binatang lainnya melalui kemampuannya untuk berpikir. Dengan kemampuan akalnya, manusia akhirnya dapat mengatur tindakannya secara tertib.

Baca Juga

Sebelum manusia memiliki kemampuan ini, menurut Ibnu Khaldun, manusia sama sekali tidak memiliki pengetahuan, dan dianggap sebagai salah satu binatang. Untuk mendapatkan pengetahuan itu Allah pun menganugerahkan akal bagi manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:

Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS as-Sajadah [32]: 9).   

Ibnu Khaldun mengatakan, ilmu pengetahuan yang diselami orang di perkotaaan terdiri dari dua jenis. Pertama, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat alami bagi manusia dan diperoleh melalui bimbingan pikirannya. Kedua, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat naqli yang diperoleh dari orang yang menciptakannya.

Jenis pertama disebut ilmu-ilmu hikmah filsafat. Ilmu itu dapat diperoleh manusia melalui watak kemampuannya untuk berpikir, dan dengan persepsi manusiawinya dia terbimbing kepada objek-objek, problem, argumen, dan metode pengajarannya. 

Karena itu, dia kemudian dapat memahami perbedaaan antara yang benar dan yang salah di dalamnya berdasarkan pemikiran dan risetnya sendiri, karena dia adalah manusia yang mampu berpikir.

Sementara, jenis yang kedua disebut ilmu-ilmu yang berbasis naqli konvensional, yang semuanya disandarkan pada informasi yang berasal dari syariat yang sudah dtetapkan. 

Di dalamnya tidak ada tempat bagi akal, kecuali bila akal digunakan terkait dengannya untuk menghubungkan permasalahan detail dengan prinsip-prinsip dasar. 

Muqaddimah yang berarti ‘pendahuluan’ ini sejatinya merupakan kitab pengantar dari karya Ibnu Khaldun yang lebih tebal lagi, yaitu Kitab al-‘Ibar. Namun, menariknya kitab ini justru lebih populer dan berpengaruh daripada kitab induknya.

Penjelasan kitab Muqaddimah terjemah bahasa Indonesia ini terbagi menjadi enam bab. Setiap bab membahas berbagai persoalan, seperti tentang peradaban manusia, peradaban Badui, tentang kerajaan dan khilafah, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

  

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement