REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI Arteria Dahlan menyebut keinginan revisi Undang-Undang KPK berasal dari KPK. Menurut Arteria, DPR RI berniat merespons keinginan KPK untuk revisi tersebut.
"Kami ini merespons dari keinginan KPK sendiri," kata Politikus PDI Perjuangan ini di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9). Permintaan itu disebut muncul pada tahun 2015 lalu.
Arteria mengatakan, merespons permintaan itu, DPR RI pun bersurat pada KPK terkait permintaan dukungan legislasi itu. Arteria mengklaim, permintaan itu untuk meningkatkan efektivitas dan fungsi KPK di bidang penindakan dan pencegahan.
Setelah itu, lanjut Arteria, KPK pun menjawab soal penyempurnaan UU nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, kata Arteria, KPK sendiri yang meminta secara rinci mulai dari kewenangan penyadapan hingga dewan pengawas.
"KPK ingin kewenangan KPK dalam penyadapan dan merekam, ini kita lakukan, ini KPK sendiri, kemudian pembentukan dewan pengawas, ini nama dewan pengawas KPK diksi yang pertama yang inisiasi mereka," kata Arteria.
Arteria menambahkan, permintaan revisi soal kewenangan SP3 yang turut menjadi polemik bahkan juga muncul dari KPK. Karena itu, DPR pun memproses permintaan itu melalui revisi UU yang pada prosesnya berjalan hingga 2019 ini.
Abraham Samad (Republika)
Mantan ketua KPK Abraham Samad (2012 - 2015) pun membantah pernyataan Arteria. Ia mengatakan, saat itu dirinya mengalami kriminalisasi pada 2015 hingga kepemimpinannya harus berhenti di tengah jalan.
Kemudian, Samad digantikan PLT Taufiqurrahman Ruki. Karena itu, Samad menolak pernyataan Arteria yang menyebut bahwa usulan Revisi UU KPK muncul dari KPK.
"Saat dan teman-teman memimpin, kami tidak pernah punya usulan seperti yang disampaikan tadi," kata Abraham menegaskan.
"Tapi saya tidak tahu kalau usulan itu datang dari Plt. Sebenarnya kalai usulan ini datang dari Plt, maka ini menyalahi aturan, karena Plt itu tidak boleh mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis," ujar Abraham.
Lagipula, lanjut dia, pimpinan KPK tahun 2015 - 2019 di bawah komando Agus Raharjo tak sepakat dengan usulan revisi. Karena itu, Abraham Samad pun menegaskan, revisi ini tetap tidak diperlukan sama sekali.
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu tiba - tiba disepakati oleh seluruh fraksi dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 3 September 2019. Usulan Revisi UU tersebut diserahkan si Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (5/9).