REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon pimpinan (capim) KPK pejawat, Alexander Marwata menegaskan, bahwa KPK ke depan masih akan banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) meskipun telah berusaha keras meningkatkan pencegahan dan mengurangi penindakan. Hal itu disampaikan Marwata seusai menjalani uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di DPR, Senin (9/9).
"Praktik korupsi masih akan banyak terjadi karena sistemnya lemah sehingga memungkinkan terjadi praktik korupsi," kata Marwata.
Menurut Marwata, mencermati perkembangan harta kekayaan penyelenggara negara, sering dijumpai perkembangannya kurang wajar jika dibandingkan dengan akumulasi gaji dan tunjangan selama menduduki jabatannya sebagai penyelenggara negara. "Hal ini menjadi potensi korupsi yang dapat ditelusuri lebih lanjut," katanya.
Marwata menambahkan, pejabat publik dan pejabat politik, seperti kepala daerah dan anggota parlemen, menduduki jabatan setelah melakukan kampanye yang menggunakan dana dan setelah terpilih tentunya akan mencari dana lagi untuk kampanye berikutnya. "Mencari dana lagi ini, kadang-kadang menyerempet ke kasus korupsi," katanya.
Marwata pada saat pembuatan makalah untuk uji kelayakan dan kepatutan, mendapat tema yakni pencegahan praktik korupsi. Karena itu, dirinya membuat makalah sesuai dengan tema yang diperolehnya.
Pada tahapan pembuatan makalah tersebut, Komisi III DPR RI mengundang sebanyak 10 orang calon pimpinan KPK. Berdasarkan nomor urut yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada DPR RI, dari satu hingga 10, nama dipanggil oleh pimpinan Komisi III DPR RI untuk mengambil dua amplop.
Amplop pertama berisi nomor urut pada saat dilakukan uji kelayakan dan kepatutan yang akan diselenggarakan pada Rabu dan Kamis (11-12/9), serta amplop kedua berisi tema yang harus ditulis oleh calon pimpinan KPK. Komisi III DPR RI memberikan waktu kepada 10 calon pimpinan KPK itu untuk membuat makalah dalam waktu 90 menit dan hasilnya dikumpulkan kepada pimpinan Komisi III DPR RI.