REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang menjadi inisiatif DPR RI merupakan sebuah pembohongan terhadap publik. Apa yang dilakukan DPR RI saat ini terhadap UU KPK bukan untuk merevisi melainkan merombak atau membongkar UU terkait KPK.
"Saya sudah baca naskah usulan revisinya. Ini bukan revisi tapi perubahan, karena hampir semua pasal diubah, dibongkar habis-habisan, sehingga sudah kehilangan marwahnya sebagai undang-undang yang lama," kata Syamsuddin, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/9).
Syamsuddin menyontohkan dalam Pasal 3 naskah revisi UU KPK disebutkan bahwa KPK adalah lembaga pemerintah pusat. Menurut Syamsuddin, hal itu merupakan degradasi luar biasa.
Sebab dalam UU lama, KPK adalah lembaga negara bukan lembaga pemerintah pusat. Selain itu, dia mencermati penekanan revisi UU KPK ditujukan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pencegahan korupsi.
"Padahal pencegahan itu bukan semata tugas KPK, tapi tugas kita semua, dai, ulama, dosen-dosen, semua punya tugas mencegah korupsi," tegas dia.
Dia mengatakan, revisi tersebut sebuah intervensi yang bertujuan tidak lain untuk melemahkan KPK. Jika revisi dilakukan dengan poin-poin itu maka KPK akan menjadi lembaga yang tidak bisa melakukan apa pun seperti "macan ompong".
"Kita menyayangkan semua parpol mendukung usul revisi. Saya khawatir ini ada hubungannya dengan makin banyaknya politisi yang ditangkap dan menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK, ini sesuatu yang mengecewakan publik," ujar Syamsuddin Haris.
Civitas LIPI pada hari ini (10/9) menyatakan dengan tegas penolakannya terhadap revisi UU KPK yang dinilai hanya bertujuan melemahkan lembaga antirasuah. Penolakan itu ditandatangani oleh 146 anggota Civitas LIPI, 25 orang di antaranya profesor LIPI.