Jumat 13 Sep 2019 10:32 WIB

Kualitas Udara di Sumatra Barat Menurun

Kualitas udara Sumatra Barat menurun akibat kebakaran hutan dan lahan.

Red: Nur Aini
Wisatawan mamadati kawasan Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Sabtu (8/6) |
Foto: republika/febrian
Wisatawan mamadati kawasan Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Sabtu (8/6) |

REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang menyatakan kualitas udara di wilayah Sumatera Barat menurun selama Kamis malam (12/9) hingga Jumat (13/9) pukul 10.00 WIB. 

"Kualitas udara lebih buruk pada malam hari, lalu dini hari hingga pukul 10.00 WIB," kata Kepala BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang Wan Dayantolis saat dihubungi dari Bukittinggi.

Baca Juga

"Dalam kondisi berkabut seperti saat ini, jika memang mau beraktivitas di luar ruangan sebaiknya siang hari. Namun tetap perlu dibatasi terutama bagi kelompok rentan seperti orang tua dan anak," ujarnya.

Ia menjelaskan, selama kurun itu, polusi cenderung lebih pekat karena atmosfer dalam keadaan stabil sehingga polutan terperangkap di permukaan. Polutan baru bergerak saat ada pergerakan angin pada siang hari.

BMKG memprakirakan kabut asap masih akan meliputi wilayah Sumatera Barat hingga tiga hari ke depan karena peluang hujan kecil dalam rentang waktu tersebut.

"Kondisi kemarin, Kamis (12/9), merupakan salah satu yang terparah di Sumbar dalam tahun ini. Tapi potensinya masih lanjut karena prakiraan peluang hujan kecil beberapa hari ke depan," katanya.

Siaran di laman resmi Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang menunjukkan, berdasarkan data yang diperbarui 13 September 2019 pukul 09.00 WIB, kualitas udara tergolong sedang dengan konsentrasi polutan nitrogen dioksida di udara 0,31 ppb, ozon permukaan 24 ppb, karbon monoksida 585 ppb, PM10 sebanyak 101mikrogramper meter kubik, sulfur dioksida 0,61 ppb, dan nitrogen monoksida 1,29 ppb. Dayantolis mengatakan, kualitas udara yang terukur di Stasiun Pemantau Atmosfer Global tergolong sedang karena lokasi pemantauan relatif jauh dari permukiman dan kawasan industri. Daerah-daerah yang menghadapi kabut asap kualitas udaranya bisa lebih rendah lagi.

Penurunan kualitas udara yang terjadi setiap tahun akibat kebakaran hutan dan lahan, ia mengatakan, mestinya bisa meningkatkan kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan.

"Polusi udara ini tidak bisa hanya satu pihak yang tangani, melainkan bersama-sama. Kesadaran lingkungan sudah seharusnya dimiliki mengingat kejadian kebakaran lahan ini sudah setiap tahun terjadi," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement