Ahad 15 Sep 2019 15:35 WIB

Janji Reforma Agraria Jokowi yang Belum Sudah

Perhutanan sosial beri peluang masyarakat desa pinggir hutan tingkatkan kesejahteraan

Rep: Priyantono Oemar/ Red: Agus Yulianto
Suyadi, sekretaris Kelompok Rotan Lestari Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sedang merendam rotan sehabis dipanen dari hutan desa.
Foto: Foto: Priyantono Oemar/Republika
Suyadi, sekretaris Kelompok Rotan Lestari Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sedang merendam rotan sehabis dipanen dari hutan desa.

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Priyantono Oemar

Usep Setiawan menjadi berulangkali ke daerah. Sebagai Wakil Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (PPKA) Kantor Staf Presiden (KSP), Usep perlu bertemu langsung dengan berbagai pihak di daerah yang memiliki konflik agraria. 

Abednego Tarigan selaku ketua Tim PPKA KSP juga mengakui hal itu. "Bisa minimal dua bulan sekali, tetapi pada kesempatan tertentu bisa dua kali dalam sebulan," ujar Abednego kepada saya, Jumat (13/9).  

Namun, Usep mengatakan, fokus utama Tim PPKA pada koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. "Untuk memastikan penanganan kasusnya secara cepat dan tepat," ujar Usep kepada saya, Senin (9/9).

Usep mengungkapkan, ada 666 kasus konflik agraria yang diadukan ke KSP sejak 2016. Kasus-kasus itu mencakup luasan lahan sekitar 1,4 juta hektare dan melibatkan 173.132 keluarga yang terkena dampak. "Tanah konflik itu didorong diselesaikan sebagai tanah objek reforma agraria (TORA)," jelas Usep yang juga merupakan tenaga ahli utama di KSP. 

Dari 666 kasus itu, kasus konflik structural mencakup 353 kasus adalah konflik di sektor perkebunan dan 179 kasus merupakan konflik di sector kehutanan. Di sektor transmigrasi ada 18 kasus. Kasus yang diadukan lainnya bukan konflik structural, yaitu 43 konflik bangunan, 37 konflik karena pembangunan insfrastruktur, dan konflik lain ada 36 kasus.

Sejak 2014 hingga 2019 saya juga mendatangi daerah-daerah yang memiliki konflik struktural lahan. Mendatangi pula daerah-daerah yang memulai mengelola perhutanan sosial dan daerah yang tengah berupaya memberikan perlindungan kepada masyarakat adat. Mulai dari Jayapura dan Sorong di Papua, Lombok Utara di Nusa Tenggara Barat, Enrekang di Sulawesi Selatan, Sigi di Sulawesi Tengah, Hulu Sungai Selatan di Kalimantan Selatan, Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur di Jambi, dan Rejanglebong di Bengkulu. 

Ada senyum getir dan tangis karena tanah mereka tiba-tiba dikuasai swasta. Ada pula senyum ceria menyambut harapan baru akan meningkatnya kesejahteraan karena bisa mengelola lahan tanpa lagi takut dikejar-kejar aparat. Gelombang kembali ke desa untuk memajukan desa dengan cara mempertahankan lahan mereka juga terasa dalam kurun ini. 

Saat meninjau daerah konflik agraria, Usep selalu menitipkan pesan agar lembaga-lembaga terkait di daerah melakukan verifikasi bersama. Ia mendorong daerah agar melihat kembali status tanah-tanah hak guna usaha (HGU) yang berkonflik. Ia mendorong agar tanah konflik itu diselesaikan sebagai TORA dan mendorong Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di daerah bekerja optimal.

Juli lalu, dua hari berturut-turut digelar rapat koordinasi (rakor) di KSP. Rapat pertama, 1 Juli 2019, membahas kasus konflik agraria sektor kehutanan. Rapat kedua, 2 Juli 2019, membahas konflik agrarian sektor perkebunan. Rapat membahas 51 kasus konflik agraria sektor kehutanan dan 60 kasus konflik agraria sektor perkebunan. 

Rakor ini merupakan tindak lanjut dari rapat tingkat menteri (RTM) yang dipimpin Kepala Staf Presiden Muldoko pada 12 Juni 2019. Dalam rapat ini, Muldoko menyampaikan ada 167 kasus konflik agraria yang bisa diselesaikan oleh kementerian dan lembaga teknis hingga akhir tahun.

Jumlah kasus yang diadukan ke KSP ini tentu saja masih jauh di bawah jumlah kasus yang dicatat Konsorsium Pembaruan Agraria, yang dulu pernah dipimpin Usep. Usep menjadi sekjen KPA periode 2005-2009. 

Catatan Akhir Tahun 2018 dari KPA menyebut pada 2017 saja ada 659 kasus konflik agraria. Lalu pada 2016 ada 450 kasus. Pada 2015ada 252 kasus. Sedangkan pada 2018 sedikitnya ada 410 kasus. Luasan wilayah konflik agraria pada 2018 itu mencapai 807.177 hektare, melibatkan 87.568 keluarga. 

"Secara akumulatif, sepanjang empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, 2015-2018, telah terjadi 1.769 letusan konflik agraria," ungkap Sekjen KPA Dewi Kartika pada Kamis, 3 Januari 2019.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement