Kamis 19 Sep 2019 06:05 WIB

Watim MUI Usul RUU PKS Jadi RUU Ketahanan Keluarga

Wantim MUI menilai masyarakat Indonesia lebih membutuhkan UU Ketahanan Keluarga

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Ustaz Didin Hafidhudin
Foto: ROL
Ustaz Didin Hafidhudin

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) usul Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi RUU Ketahanan Keluarga. Sebab Wantim MUI menilai masyarakat Indonesia lebih membutuhkan UU Ketahanan Keluarga ketimbang UU PKS.

Wakil Ketua Wantim MUI, KH Didin Hafidhuddin berharap RUU PKS tidak tergesa-gesa disahkan karena belum ada pembahasan yang mendalam. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) telah menolak RUU PKS disahkan. Dia berharap partai-partai lain juga ikut menolak bersama PKS dan PAN.

"Saya sangat setuju bukan itu (Penghapusan Kekerasan Seksual) yang ditonjolkan, tapi dikembalikan ke sesuatu yang lebih luas yaitu masalah keluarga, jadi RUU Ketahanan keluarga," kata KH Didin kepada Republika usai Rapat Pleno Wantim MUI ke-43 di Kantor MUI, Rabu (18/9).  

Menurutnya, RUU Ketahanan Keluarga akan lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Sebab banyak masyarakat Indonesia yang menghadapi berbagai macam persoalan keluarga. Hal tersebut nampak dari tingginya angka perceraian di Indonesia. Sehingga yang dibutuhkan masyarakat Indonesia bukan RUU PKS tetapi RUU Ketahanan Keluarga. 

KH Didin mengungkapkan bahwa dirinya lebih setuju dengan RUU Ketahanan Keluarga daripada RUU PKS yang sekedar memuat tentang permasalahan seksual. Menurutnya, RUU Ketahanan Keluarga cakupannya akan lebih luas dari RUU PKS.

Sementara Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher Parasong menyampaikan, panitia kerja RUU PKS masih terus bekerja. Tapi dalam beberapa hari terakhir konsentrasi sempat terpecah karena harus membahas RUU Pesantren. 

"Sehingga RUU PKS nampaknya perlu pendalaman lagi, satu pekan ini nampaknya perlu didiskusikan lagi di panitia kerja komisi VIII DPR," kata Ali usai Rapat Pleno Wantim MUI ke-43 di kantor MUI.

Mengenai alasan PAN menolak RUU PKS, dia menjelaskan, masih banyak peraturan perundang-undangan yang sekarang beririsan dengan bagian penting dalam RUU PKS. Misalnya tentang kekerasan, sudah diatur dalam RUU KUHP yang baru. Tentang pencabulan juga sudah diatur dalam RUU KUHP yang baru.

"Jadi tolong dilihat dalam perspektif yang lebih luas, RUU PKS ini kan UU lex specialis, lex specialis diputuskan sementara lex generalis belum diputuskan, sementara lex specialis harus merujuk pada lex generalis," ujarnya.

Ali menerangkan, pasal-pasal yang ada dalam RUU PKS harus merujuk pada KUHP. Sementara pasal-pasal yang ada di KUHP itu sudah berubah. Komisi VIII telah mendapat jaminan bahwa pasal-pasal dalam KUHP sudah berubah. "Makanya kita menunda (disahkannya RUU PKS), tapi (RUU PKS) bukan belum diperlukan artinya (RUU PKS) perlu pembahasan dan pendalaman berdasarkan lahirnya KUHP yang baru," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement