REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pengesahan rancangan kitab Undang-Undang hukum pidana (RKUHP) ditunda. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan agar presiden menghadiri rapat konsultasi dengan pimpinan DPR pada Senin (23/9) mendatang.
"Mungkin presiden belum mendapatkan penjelasan yang komplet," kata Fahri kepada wartawan, Jumat (20/9).
Ia mengatakan, untuk menunda RKUHP, seluruh menteri yang datang ke DPR membawa surat Presiden datang dengan mindset bahwa Presiden menginginkan adanya penyederhanaan undang-undang. Ia menambahkan, dengan berlakunya KUHP baru, maka seluruh undang-undang yang pernah diproduksi yang menyebabkan begitu banyak sumber hukum didorong untuk mengikuti pasal dalam undang-undang KUHP.
"Jadi mazhab yang diusulkan oleh presiden dengan mengatakan bahwa harus disederhanakan undang-undangnya itu adalah mazhab modifikasi undang-undang, itu yang kami mengerti," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan pengesahan RKUHP ditunda. Jokowi telah meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menyampaikan keputusan ini kepada parlemen, Jumat (20/9).
Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan masukan-masukan dari masyarakat sipil dan kalangan lain yang keberatan dengan pasal-pasal yang ada dalam RUU KUHP ini. "Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut. Untuk itu, saya telah memerintahkan Menkumham selaku wakil pemerintah untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI. Yaitu, agar pengesahan RUU KUHP ditunda," jelas Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9).