REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Sejumlah perajin atap rumbia di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten hingga kini masih bertahan di tengah terpaan moderenitas. Mereka justru mendapati permintaan pasar cenderung meningkat.
"Kami sangat membutuhkan permodalan karena permintaan pasar itu tidak terlayani," kata Sabih (55) seorang perajin atap rumbia warga Kecamatan Kalanganyar Kabupaten Lebak, Banten, Senin.
Produksi atap rumbia di Lebak menggunakan bahan baku dari tanaman kiray didatangkan dari daerah lain. Saat ini, Sabih memproduksi rata-rata 250 atap.
Menurut Sabih, permintaan pasar mencapai 2.000 atap per hari. Ia menjual atap rumbia Rp 350 per atap dengan panjang 1,5 meter persegi dan lebar 80 sentimeter.
Kebanyakan permintaan atap rumbia untuk bangunan rumah maupun saung dan villa. Konsumen, menurut dia, biasanya datang ke perajin.
"Pekan ini kami mendapat permintaan pesanan dari pembeli sebanyak 6.000 atap, namun kami tidak menyanggupi karena tidak memiliki modal," katanya.
Sabih berharap dapat bantuan permodalan dari program pemerintah maupun lembaga keuangan dan perbankan. Sejauh ini, Sabih belum pernah mendapatkan bantuan sehingga usaha yang dikembangkan tersebut tidak berkembang.
"Kami membutuhkan modal tidak begitu besar dan cukup sekitar Rp 25 juta bisa memproduksi hingga 1.500 atap per hari," kata Sabih.
Begitu juga dengan Ishak, perajin atap warga Kecamatan Cibadak Kabupaten Lebak. Ia mengaku kesulitan permodalan menjegalnya untuk memenuhi permintaan konsumen.
Ishak mendapati permintaan atap rumbia cenderung meningkat, meskipun banyak perumahan hingga gedung megah yang dibangun. Permintaan atap rumbia tetap tinggi untuk kandang peternakan.
"Kami hanya memproduksi antara 250 sampai 350 atap per hari karena tidak ada modal itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Dedi Rahmat mengatakan, usaha perajin atap rumbia di daerah ini masuk kategori relatif kecil dibandingkan 10 tahun lalu. Sebab, perkembangan daerah begitu pesat dengan tumbuhnya perumahan sehingga tidak terdapat rumah warga menggunakan atap rumbia.
Selain itu juga bahan baku dari daun kiray sudah terancam langka dan kesulitan untuk mendapati dengan jumlah banyak. Para perajin atap mendatangkan bahan baku dari luar daerah sehingga biaya produksi meningkat.
"Kami berharap perajin atap dapat menerima bantuan dari lembaga perbankan maupun lembaga keuangan dengan bunga kecil," katanya.