REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Syarifuddin mengatakan, pemerintah daerah (pemda) yang menyatakan berat terhadap jumlah pengajuan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020 akibat perencanaaan tidak matang. Sebab, pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan sesuatu yang pasti karena dilaksanakan secara berkala.
"Kalau saya sih mengatakan begini, berarti dia (Pemda) tidak melalui perencanaan yang matang, kalau melalui perencanan yang matang kan harusnya itu sudah terpikirkan sejak empat, tiga tahun yang lalu," ujar Syarifuddin saat dihubungi Republika, Rabu (25/9).
Menurut dia, apabila pemda tidak ingin berat mengeluarkan dana hibah untuk penyelenggaraan pilkada dalam satu tahun anggaran, bisa dianggarkan dalam beberapa tahun sebelumnya. Ia mencontohkan, dalam satu tahun sebelum pelaksanaan pilkada sudah dianggarkan sebesar 50 persen dari perkiraan kebutuhan.
Sehingga, pemerintah daerah yang Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) di bawah Rp 1 triliun dalam setahun pun tak akan terasa berat menganggarkan dana penyelenggaraan pilkada. Syarifuddin mengatakan, pemerintah daerah yang APBD-nya di bawah Rp 1 triliun biasanya di tingkat kabupaten/kota.
"Memang masih ada daerah-daerah yang anggarannya (APBD) hanya di atas Rp 600-an miliar, ada daerah-daerah (hasil) pemekaran utamanya, daerah-daerah yang baru mekar," kata dia.
Namun, Syarifuddin meyakini, anggaran pilkada untuk tingkat kabupaten/kota tidak menghabiskan dana hingga triliunan. Sebab, sudah ada standar satuan biaya yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32 Tahun 2018 tentang standar biaya masukan tahun anggaran 2019.
Untuk itu, ia mempersilakan masing-masing pemda dan KPU daerah atau Bawaslu daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota berdiskusi agar mencapai kesepakatan besaran anggaran pilkada. Sehingga, penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) segera dilakukan sebelum target penyelesaiannya pada 1 Oktober 2019 .
"Selama itu masih dalam batas-batas yang ada di dalam kebijakan katakanlah menyangkut standar kebutuhan penyelenggaraan, satuan harga yang masih masuk di dalam yang dikeluarkan Kementerian Keuangan ya harusnya itu harus menjadi hal yang bisa disepakati," jelas Syarifuddin.