Kamis 26 Sep 2019 08:18 WIB

Warga Wamena Mengantre Dievakuasi

Warga mengungsi begitu terjadi pelemparan dan pembakaran oleh pelajar SMK yang demo.

Warga menunggu pesawat Hercules milik TNI AU di Pangkalan TNI AU Manuhua Wamena, Jayawijaya, Papua, Rabu (25/9/2019).
Foto: Antara/Iwan Adisaputra
Warga menunggu pesawat Hercules milik TNI AU di Pangkalan TNI AU Manuhua Wamena, Jayawijaya, Papua, Rabu (25/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAWIJAYA -- Perempuan dan anak-anak warga pendatang di Wamena, Jayawijaya, Papua, terus mengantre untuk dievakuasi meninggalkan wilayah tersebut. Sejauh ini, meski kerusuhan sudah mereda, warga setempat menuturkan bahwa kondisi masih mencekam sejak Senin (23/9) lalu.

“Masih terus bergolak ini di Wamena, semuanya masih berjaga-jaga,” kata Pardjono, seorang pegawai negeri yang tinggal di Wamena kepada Republika, Rabu (25/9).

Saat ini, Pardjono mengatakan, ia tengah mengungsi bersama sekitar 100 warga pendatang lainnya di Kompleks AURI di Wamena. Sementara pengungsi lainnya, menurut dia banyak yang tinggal di kodim dan polres setempat, serta gereja-gereja dan masjid-masjid.

Ia menuturkan, warga mulai mengungsi begitu terjadi pelemparan dan pembakaran oleh siswa-siswi SMK yang melakukan aksi unjuk rasa menolak rasialisme di Wamena pada Senin. “Jadi, kita semua langsung bawa mobil dan motor bersama keluarga pergi ke kodim, polres, ada juga yang ke Masjid Nurul Hidayat,” kata dia.

Menurut Pardjono, para pengungsi pergi hanya dengan pakaian di badan dan kendaraan masing-masing. Mereka tak sempat mengamankan harta benda saat kerusuhan meletus. Saat hendak kembali ke kediaman masing-masing malam harinya, kerusuhan kembali meledak, aksi penjarahan dan pembakaran juga kembali terjadi.

Ia menuturkan, kebetulan saat kerusuhan terjadi, istri dan anaknya sedang mengunjungi kerabat di Jawa. Sedangkan, anak-anak dan perempuan pendatang di Wamena sudah mulai dievakuasi ke luar daerah tersebut. Mereka pergi menaiki pesawat Hercules dan CN235 milik TNI AU sejak Selasa (24/9) pagi dan masih banyak lagi yang mengantri untuk dapat giliran berangkat.

Praktis, di Wamena saat ini kebanyakan hanya pria pendatang yang tinggal di pengungsian. Sebagian lainnya masih menjaga kediaman masing-masing. Warga asli Papua di Wamena juga masih terus berjaga-jaga dan lainnya juga mengungsi ke kabupaten tetangga.

Kerusuhan di Wamena bermula dari aksi unjuk rasa siswa SMA/SMK pada Senin (23/9). Saat itu, mereka menuntut proses hukum terhadap salah seorang guru yang dikabarkan melontarkan ucapan rasial kepada seorang murid. Aksi tersebut kemudian ditingkahi pelemparan rumah-rumah dan bangunan pemerintah.

Aparat TNI-Polri kemudian melontarkan tembakan dan gas air mata. Aksi kemudian jadi kian tak terkendali. Peserta aksi membakar banyak gedung pemerintahan, rumah warga, dan kios-kios. Pemprov Papua melansir, sebanyak 30 orang meninggal dalam kerusuhan tersebut. Kendati demikian, menurut Pardjono, info yang beredar di pengungsian jumlah yang meninggal bisa lebih banyak.

Menurut Pardjono, selama ini sebenarnya warga tempatan dan pendatang hidup rukun. “Kita selalu harmonis selama ini, tapi tiba-tiba ada yang turun dari gunung dan ikut bikin kerusuhan kemarin itu,” kata dia. Ia mengharapkan kondisi di Wamena bisa segera dipulihkan agar semua pihak bisa kembali beraktivitas.

Sujak Warjuto, penjaga kantin di Lapangan Udara Silas Papare, Wamena, menuturkan, gelombang evakuasi pertama pada Selasa (24/9) mengangkut 60 orang dalam dua penerbangan menggunakan pesawat CN235 milik TNI AU. Pada Rabu (25/9) pagi, sebanyak 10 orang diangkut bersama empat korban luka.

Kemudian, kemarin sore, sebanyak 70 orang diberangkatkan dengan dengan pesawat Hercules. “Ini tadi yang daftar hendak evakuasi sudah mencapai 400 orang,” kata Sujak kepada Republika, kemarin. Ia mengatakan, jumlah yang meminta dievakuasi bisa lebih banyak lagi karena yang terdaftar baru masuk daftar ulang.

Para warga yang dievakuasi itu, kata Sujak, kebanyakan hanya membawa harta benda seadanya. Mereka ada yang diterbangkan ke Jayapura, ada juga yang langsung diberangkatkan ke Jawa.

Sujak juga menuturkan, saat ini kebanyakan pengungsi di Wamena membutuhkan pakaian dan makanan. “Karena rumah mereka kan ada yang dibakar dan persediaannya sudah tidak ada,” kata dia.

photo
Warga menunggu pesawat Hercules milik TNI AU di Pangkalan TNI AU Manuhua Wamena, Jayawijaya, Papua, Rabu (25/9/2019).
Komandan Lanud Silas Papare Marsekal Pertama TNI Tri Bowo Budi Santoso di Sentani, Jayapura, mengatakan, nantinya ada penambahan pesawat jika dinilai sangat dibutuhkan untuk membantu evakuasi. "TNI akan mendatangkan armada bantuan pesawat Hercules dari Makassar dengan harapan bisa memperlancar proses evakuasi dan penyaluran bantuan," ujar Bowo.

Ia menegaskan, pesawat yang disiapkan itu juga untuk mengangkut bahan makanan bagi pengungsi dan juga 1.000-an lebih warga yang sudah antre untuk evakuasi dari Wamena ke Jayapura."Sehingga, kami minta masyarakat di Wamena untuk bersabar dalam proses evakuasi ini karena kami sedang berupaya membantu," katanya.

Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, kondisi di Wamena masih darurat. "Pengungsi sekitar 5.000 jiwa tersebar di Polres Jayawijaya, Kodim Jayawijaya, kantor DPRD, dan aula gereja," kata Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos Muhamad Safii Nasution saat dihubungi Republika, Rabu (25/9).

 
photo
Warga mengungsi di Mapolres Jayawijaya saat terjadi aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh di Wamena, Jayawijaya, Papua, Senin (23/9/2019).

Safii mengatakan, Kemensos akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Wamena untuk mengirimkan dapur umum lapangan dari Jayapura dengan pesawat Hercules besok pagi atau Kamis (26/9). "Sementara ini permakanan masih didukung oleh dapur umum Kodim jayawijaya," ujarnya.

Gubernur Papua Lukas Enembe pada Rabu pagi juga menggelar tatap muka dengan pengungsi di Wamena. "Kami pemerintah akan siap memberi makan selama mengungsi," kata Lukas Enembe.

Ia berharap pengungsi yang rumahnya tidak terbakar bisa kembali ke rumah mereka karena situasi sudah dikendalikan oleh aparat TNI-Polri. "Pemerintah sudah siapkan tempatkan pengamanan di sudut-sudut kota. Pemerintah jamin keamanan. Negara lemah kalau tidak menjamin keamanan warga," ujar Gubernur Papua.

Menurut dia, pemerintah kabupaten akan mendata rumah-rumah warga yang hangus terbakar dan pemerintah provinsi akan menyalurkan bantuan. Pemprov Papua juga akan menyalurkan bantuan pembangunan kembali Kantor Bupati Jayawijaya yang dibakar massa. Lukas Enembe juga menyampaikan turut berdukacita atas munculnya korban meninggal dalam kerusuhan di Wamena.

Gubernur Lukas mengatakan, siswa-siswa pelaku kerusuhan dipaksa oleh kelompok tertentu pada Senin lalu. "Kami tidak tahu dari mana, tetapi mereka memaksa anak-anak sekolah yang masih ulangan untuk melakukan aksi kriminal," katanya.

Kapolres Jayawijaya AKBP Tonny Ananda Swadaya mengatakan, tidak ada temuan mayat pada penyisiran hari ke tiga, kemarin. Kapolres mengatakan, ada beberapa orang yang ditahan untuk mendalami aksi kriminal kemarin. n fitriyan zamzami/rr laeny sulistyawati/antara

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement