Kamis 26 Sep 2019 20:22 WIB

RUU Pertanahan Dibahas DPR Periode Berikutnya

Keputusan penundaan disepakati dalam rapat antaran Kementerian ATR dan Komisi II DPR.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil memberikan paparan saat Rakornas Bidang Properti Kadin Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Foto: antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil memberikan paparan saat Rakornas Bidang Properti Kadin Indonesia di Jakarta, Rabu (18/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR sepakat menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang menuai kontroversi. Pembahasan RUU tersebut akan dilanjutkan oleh anggota DPR RI periode 2019 - 2024.

Keputusan penundaan ini disepakati DPR dan Pemerintah dalam rapat antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Komisi II DPR RI pada Kamis (26/9). "Berdasarkan draf terakhir, presiden minta ditunda, jadi jika mungkin nanti,  pembahasan dilanjutkan oleh DPR periode mendatang," ujar Menteri ATR Sofyan Djalil, Kamis.

Permintaan penundaan itu pun disetujui oleh fraksi-fraksi partai politik di Komisi II. "Baik, pemerintah mengusulkan sedianya pengambilan keputusan tingkat I supaya ditunda. Apakah kita setuju untuk ditunda?" ujar Ketua Komisi II, Zainuddin Amali selaku pimpinan sidang.

"Baik, jadi kita resmi menunda pengambilan keputusan tingkat I dan di-carry over ke periode mendatang," ujar politikus Golkar itu.

RUU Pertanahan menjadi salah satu RUU yang dianggap bermasalah. Demonstrasi mahasiswa yang digelar pada Selasa (24/9) juga memasukkan RUU Pertanahan sebagai salah satu objek tuntutan. RUU tersebut dianggap tak berpihak pada rakyat.

Masalah-masalah yang ada di RUU Pertanahan di antaranya, korban penggusuran yang melawan terancam pidana. Pasal 91 RUU tersebut memberikan legitimasi hukum polisi untuk melakukan pemidanaan.

Pasal 91 dalam draf RUU tentang Pertanahan itu juga menyebut orang yang menghalangi petugas saat menggusur bisa dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Organisasi agraria atau serikat petani juga bisa terancam pasal 95 yang menyebut organisasi yang berupaya melakukan pemufakatan jahat bisa dipidana. Pemufakatan jahat mengandung makna karet.

Selain itu, ada pula pasal yang bisa melindungi nama pemilik HGU. Hal itu disebutkan dalam pasal 46 ayat 8. Masyarakat berhak mendapatkan informasi publik mengenai data pertanahan kecuali informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Meskipun tak secara eksplisit menyebut pemilik HGU dirahasiakan, namun, pasal itu tetap memiliki celah untuk menyembunyikan nama pemilik HGU. Pasal lain adalah pasal 26 yang memberikan Hak Guna Usaha (HGU) sampai 90 tahun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement