REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Dandhy Laksono, Algiffari Aqsa mengatakan pasal yang dikenakan untuk menangkap aktivis HAM tersebut tidak relevan. Dandhy dijadikan tersangka dengan Pasal 45 A ayat 2 jo 28 ayat 2 UU ITE terkait cicitannya di Twitter mengenai kondisi Papua pada 23 September.
"Menurut kami, ini pasal tidak relevan. Dan yang dilakukan oleh Bung Dandhy adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat, menyampaikan apa yang terjadi di Papua," kata Aqsa di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/9).
Menurut Aqsa, pasal yang dikenakan terhadap Dandhy tidak berdasar karena cicitannya di Twitter tidak memenuhi unsur menyinggung suku, agama, ras, dan antar-golongan atau SARA yang dimaksud. "Pasal yang dikenakan tidak berdasar menurut kami, karena SARA-nya di mana, tidak memenuhi unsur juga. Tapi itu kita akan bahas lebih lanjut," ujarnya.
Ia menuturkan, Dandhy pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, pendiri Watchdoc Documentary itu tidak ditahan. "Yang diajukan ke Bung Dandhy adalah surat penangkapan, tapi tidak ada penahanan," ujarnya.
Meski demikian, ia memprotes proses penangkapan Dandhy yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa ada pemanggilan sebagai saksi maupun tersangka terlebih dahulu.
"Kenapa kemudian tiba-tiba malam-malam ditangkap. Pihak kepolisian beralasan karena ini soal SARA, ini bisa membuat keonaran dan seterusnya. Kami protes keras, karena seharusnya dia dipanggil secara patut dulu. Ketika dia tidak kooperatif, satu, dua, tiga panggilan, baru bsa ditangkap, menurut kami," ungkap Aqsa.