Selasa 01 Oct 2019 09:36 WIB

Peringatan Kemerdekaan Cina, Unjuk Rasa Hong Kong Memanas

Sebanyak 6.000 polisi dikerahkan untuk mengantisipasi kerusuhan di seluruh kota.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran menginjak bendera nasional China dalam protes di sebuah mal di Hong Kong, Ahad (22/9).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Demonstran menginjak bendera nasional China dalam protes di sebuah mal di Hong Kong, Ahad (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Hong Kong bersiap akan meluasnya protes di momen peringatan Kemerdekaan Cina, Selasa (1/10). Aktivis mengumumkan rencana menggunakan momen itu untuk melanjutkan dorongan dalam reformasi demokrasi.

Pengibaran bendera Cina berhasil dilakukan tanpa insiden pada pukul 08.00 waktu setempat. Masyarakat tidak diundang dalam acara itu, hanya tamu VIP yang menghadiri upacara dan diminta berkumpul di Hong Kong Convention and Exhibition Center demi alasan keamanan.

Baca Juga

Dalam penyelenggaraan momen itu, jalanan di sekitarnya terkunci. Namun, unjuk rasa kecil telah dimulai oleh partai politik Liga Sosial Demokrat. Mereka mampu mendekati beberapa ratus meter dari tempat acara.

Pengunjuk rasa itu membawa spanduk bertuliskan "Tidak ada perayaan nasional, hanya tragedi nasional" dan "Akhiri otoritarianisme." Perwakilan pengunjuk rasa dan mantan legislator Leung Kwok-hung mengatakan, tanpa demokrasi, Hong Kong tidak akan memiliki masa depan.

"Jika tidak ada hak untuk memilih para pemimpin kita, untuk memiliki pemerintahan sendiri, dan jika ada aturan satu partai, apa yang bisa kita rayakan?" ujar Kwok-hung, dikutip dari Time.

Ketua Liga Liga Sosial Demokrat Avery Ng mengatakan, gudang partai telah dibobol dan dirusak oleh selusin pria. Anggota partai pun terus diikuti.

Sementara itu media lokal melaporkan, sebanyak 6.000 polisi dikerahkan untuk mengantisipasi kerusuhan di seluruh kota. Operator kereta bawah tanah kota menutup beberapa stasiun utama.

Banyak pusat perbelanjaan juga mengambil langkah serupa. Gedung-gedung perkantoran besar melakukan tindakan pencegahan terhadap perusakan dan kerusakan kriminal.

Polisi takut akan kekerasan yang meluas, bahkan ada kekhawatiran munculnya aksi terorisme. "Kami memiliki intelijen yang menyarankan beberapa pengunjuk rasa keras menghasut yang lain, termasuk mereka yang memiliki kecenderungan bunuh diri, untuk melakukan tindakan ekstrem seperti membunuh polisi, menyamar sebagai petugas polisi untuk membunuh yang lain, dan membakar di pompa bensin. Semua aksi selangkah lebih dekat dengan terorisme," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (30/9).

Namun, pernyataan itu langsung disanggah oleh pengunjuk rasa yang mengatakan sumber-sumber intelijen itu palsu. Beberapa protes terjadi selama akhir pekan menjelang peringatan 70 tahun berdirinya Cina.

Demonstran melemparkan bom molotov ke kantor-kantor pemerintah, membakar di jalan-jalan, membakar bendera Cina dan merobohkan spanduk-spanduk yang mengiklankan perayaan peringatan tersebut. Polisi merespons dengan gas air mata dan meriam air.

Hong Kong telah mengalami empat bulan kerusuhan, dipicu oleh RUU ekstradisi yang sekarang ditarik. Protes dengan cepat berkembang menjadi dorongan untuk kebebasan politik yang lebih besar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement