REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) akan memanggil pemerintah daerah (pemda) apabila penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk Pilkada 2020 tak diselesaikan hari ini. Sebab, tenggat penandatanganan antara pemda dan penyelenggara pemilihan jatuh pada Selasa (1/10) ini.
"Kalau yang belum itu sampai dengan pemanggilan ke Jakarta dan kami ingatkan daerah yang pilkada ini bahwa ini adalah program prioritas nasional, yang tidak alasan bagi daerah untuk tidak menyediakan dana untuk itu," ujar Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin di kantornya.
Sebelum itu, Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu laporan hingga besok, jika memang ada daerah yang belum menyelesaikan NPHD akan dilakukan identifikasi. Sehingga, Kemendagri akan mengetahui permasalahan yang menjadi kendala pemenuhan anggaran untuk pilkada tersebut.
Syarifuddin melanjutkan, identifikasi juga dilakukan untuk mengetahui siapa pihak dari pemda yang akan dipanggil. Jika itu permasalahan tata kelola administrasi, maka pihak yang akan dipanggil adalah badan pengelola atau tim anggaran pemda tersebut.
Sementara apabila permasalahan berasal dari political will atau kebijakan kepala daerah, maka Kemendagri akan memanggil kepala daerah yang bersangkutan. Kedua belah pihak akan dipertemukan antara pemda dan penyelenggara pilkada terkait, KPU maupun Bawaslu.
"Makanya tergantung kasusnya dan teman-teman media ya saya pikir perlu memberikan harapan juga kepada masyarakat pasti kok ini dana pilkada kita akan terpenuhi, hanya soal dinamika memang diawal ini kami sedang alami," tutur dia.
Ia melanjutkan, hingga saat ini belum menerima laporan kendala NPHD terkait political will itu. Syarifuddin menjelaskan, pertemuan itu untuk berkoordinasi mencari titik temu mencapai kesepakatan agar penyelenggaraan Pilkada 2020 di 270 daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota tak akan terganggu.
Di sisi lain, ia memastikan dana untuk pelaksanaan Pilkada 2020 akan terpenuhi meski harus melalui hambatan dan kendala yang juga terjadi pada pilkada-pilkada sebelumnya. Menurut dia, pembahasan alot merupakan hal yang wajar karena ada tawar-menawar besaran dana penyelenggaraan pilkada.
"Memang sementara yang kami bisa tangkap persoalannya di daerah itu tawar-menawar soal besarannya ya itu biasalah karena daerah itu pasti akan berusaha sehemat mungkin ya," tutur Syarifuddin.