REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Ketika festival film Venesia mengumumkan akan memutarkan film tentang supervillain Batman berambut hijau dari sutradara The Hangover, banyak yang tak percaya. Tidak biasanya festival bergengsi itu memberikan slot pada adaptasi komik. Namun, nyatanya film Joker malah memenangkan hadiah utama, Golden Lion.
Dilansir dari Economist.com pada Kamis (3/10), jika menengok pada film Roma dan The Shape of Water, Joker diperkirakan juga bisa memenangkan segenggam Oscar. Mengutip karakter judul utama yang yang diperankan Joaquin Phoenix, “tidak ada yang tertawa sekarang.”
Warner Bros mengadaptasi komik superhero DC. Selama ini, upaya WB menyalin model shared universe yang saling terkait dari saingannya, Marvel hanya memunculkan kekecewaan, seperti Justice League dan Suicide Squad. Sekarang, Warner/DC memilih membuat film yang lebih unik, yang berdiri sendiri. Joker adalah yang pertama dari rencana itu.
Ditulis dan disutradarai oleh Todd Phillips, film itu menceritakan bagaimana seorang pelawak menjadi Joker. Joker mungkin mengambil latar di kota kelahiran Batman, Gotham City, tetapi ceritanya sangat mirip dengan Taxi Driver dan The King of Comedy.
Sang protagonis, Arthur Fleck adalah seorang calon komedian yang mengalami sakit mental dan tinggal di flat kumuh bersama ibunya yang sakit, Penny (Frances Conroy). Dia membayar sewa dengan bekerja sebagai badut. Dalam film Batman yang khas, Arthur terlahir kembali sebagai Joker, setelah satu atau dua adegan usai dipukuli.
Namun, Phillips menceritakan ada lebih banyak nasib buruk, penghinaan, perlakuan kasar masyarakat yang tidak peduli, koridor yang menjemukan dengan lampu yang berkedip-kedip membentuk Joker. Dia tidak benar-benar menjelaskan bagaimana seorang penyendiri yang lemah dan terintimidasi, dapat berkembang menjadi dalang kriminal karismatik.
Sisi positif dari narasi berulang itu adalah ada banyak waktu untuk mengagumi kinerja menyeramkan Phoenix, terutama penurunan drastis berat badannya. Kelemahan film itu, sosok Arthur jelas merupakan kasus tanpa harapan sejak awal, dan sama jelasnya bahwa dia akan menjadi pembunuh flamboyan pada akhirnya, sehingga tidak ada ketegangan. Hanya perlu menunggu dua jam baginya untuk mengenakan setelan warna-warni, mengolesi riasan putih, dan mulai menembak orang. Ketika itu akhirnya terjadi, Joker disajikan bukan sebagai agen jahat kekacauan, tetapi sebagai V For Vendetta (gaya revolusioner anti-kapitalis).
Beberapa kritikus mengecam film tersebut, karena dianggap mengundang empati pada seseorang yang membantai warga sipil dan menyalahkan masalah kesehatan mental dan kesulitan pribadinya; mereka telah menyatakan keprihatinan bahwa film itu dapat menginspirasi “kejahatan peniru”.